Thursday 2 April 2015

Sebab, Cinta Itu Sederhana


Cinta.

Kata ini takkan pernah asing di telinga insan manapun di dunia ini.

Di masa sekarang, masa dimana jejaring sosial berjaya di kalangan manapun, orang-orang bisa secara terang-terangan mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, apa yang dirasakannya saat itu juga. Seringkali, entah disadari atau tidak, perasaan-perasaan yang diungkapkan itu malahan seolah mengandung energi-energi negatif. Kata “galau” rasanya bersemayam dengan sangat wajar di telinga dan mulut masyarakat Indonesia belakangan ini. Hujatan-hujatan terhadap kaum jomblo seolah telah disulap menjadi guyonan sehari-sehari. Perlahan-lahan, masyarakat Indonesia yang pada dasarnya berpotensi dalam hal-hal menyangkut kreativitas semakin mahir dalam hal mengemas kegalauannya ke dalam kata-kata dan gambar grafis untuk diekspos ke khalayak ramai.

Bukan bermaksud mengecap tindakan pengeksposan perasaan galau merupakan tindakan yang salah, bukan. Tetapi sadar atau tidak, masyarakat di zaman ini perlahan menjadi sangat mudah “galau”, sangat mudah dirampas kebahagiaannya. Banyak pihak berlomba-lomba untuk mengakui bahwa dirinya “kurang kasih sayang”, “kurang diperhatikan”, “kekurangan cinta”. Tapi bukankah cinta itu sesungguhnya sederhana?

Kita telah melewati beberapa bulan awal tahun 2015. Tentunya, serangkaian hari raya di awal tahun, baik Tahun Baru, Imlek, maupun Valentine, telah kita jadikan momentum untuk mengekspresikan cinta dan kasih sayang kita terhadap orang-orang di sekeliling kita. Namun, jangan sampai lupa bahwa hari raya tersebut hanyalah simbolik belaka. Cinta sesungguhnya bisa kita ekspresikan kapan saja, di mana saja, kepada siapa saja. Cinta bisa bermacam-macam, cinta kepada keluarga, teman-teman, guru, bahkan cinta tanah air.

Sekedar menonton TV bersama orangtua di ruang keluarga merupakan momen penuh cinta. Sekedar tertawa bersama teman-teman merupakan momen penuh cinta. Sekedar tersenyum pada orang yang baru kita kenal merupakan momen penuh cinta. Tak perlu mengharapkan kebahagiaan muluk-muluk yang banyak dijabarkan di sosmed-sosmed. Sebab cinta itu sederhana, sesederhana cahaya sang surya yang senantiasa menyapamu setiap pagi.


Beijing, 3 April 2015. Didedikasikan kepada Majalah Cabe Rawit untuk Surat Editor Edisi 45.

Thursday 17 April 2014

Share: Is Anybody Listening? (Adam Lambert)

Lagu "Is Anybody Listening" yang dinyanyikan oleh Adam Lambert ini sungguh menyayat hati sampai ke bagian terdalam. Sang Glambert memang tidak pernah gagal dalam menyentuh bahkan mencengkram hati para pendengar lagu-lagunya. Enjoy!



Is Anybody Listening?
by: Adam Lambert



"They say I've got no right

to question life without hope



Or ask for anything more

than to suffer and bleed at the end of a rope



They say I've got no right

to look them in the eye



That I belong in the dust at their feet

but one day for sure, I'm gonna die



Is anybody listenin'?

Does anybody hear?

Does anybody out there
see us drowning in our tears?

Is our future written
on a sky of cold stone?



God, if you're listenin', let us know

God if you're listenin', let us know



They teach us to believe

we're not strong like them



That we don't have the will

to crush these walls that hold us in



They try and make us think

that we'll never have a chance



Can I fight for my own freedom

with only these two hands?



Is anybody listenin'?

Does anybody hear?

Does anybody out there
see us struggling with our fear?

Is our future written
on a sky of cold stone?



If you're listenin', let us know

God, if you're listenin', let us know



You can tie a rock to my soul

But you can't build a prison for my mind, no

You can chain my body
to the earth

But still the spirit flies



My spirit flies



Does anybody out there
see us drowning in our fear?

Will our hopes die slowly
in the heat of the desert sun?



God if you hear us
send us someone

God if you hear us
send someone



Is anybody listenin'?"

Friday 1 November 2013

"Welas Asih" Belumlah Mati

Langit memutih, awan mendung menebal, gerayangi penghujung musim gugur yang segera mati dan digantikan tahta kekuasaannya oleh musim dingin yang mencekam. Namun orang-orang di kota Beijing tampak tak peduli dengan segala perebutan kekuasaan yang terjadi di kerajaan langit. Peduli setan dengan apapun musim yang menjajah kota itu, orang-orang di kota ini lebih memilih hidup dalam selimut individualisme yang kian menebal dari hari ke hari. Orang-orang keluar dari sarangnya setiap pagi, mengerubuti segala akses transportasi di seluruh pelosok kota, berdesak-desakan tak karuan dengan sumpah serapah yang mengandung caci-maki terlontarkan dari mulut orang-orang yang tidak saling kenal hanya karena tubrukan kecil yang tidak merugikan siapapun di antara mereka. Semua orang seolah hidup dalam keyakinan bahwa dirinyalah yang paling penting dan harus didahului kepentingannya di dunia ini, mengabaikan teori dimana manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial dan seyogyanya hidup berkemasyarakatan.

Namun, hari ini, di salah satu titik kecil di kota penuh gaya hidup metropolis itu, terjadi suatu kejadian kecil. Hal ini, apabila Anda jumpai di tempat lain, Indonesia misalnya, mungkin merupakan hal yang biasa, dan memang sewajarnya harus demikian. Tapi tidak di sini, di negeri Tirai Bambu, dimana segala hal-hal "aneh" yang mengabaikan konsep perikemanusiaan terjadi secara wajar. Tidak di sini, dimana kecelakaan terjadi namun para saksi mata menolak untuk memberikan pertolongan, bahkan untuk menelepon ambulans sekalipun. Tidak di sini, dimana si penabrak yang "terlanjur" menabrakkan mobilnya pada tubuh insan lainnya lebih memilih "mematikan" sinyal kehidupan dari jiwa korban yang masih menyala dan menuntaskan aksi penabrakan yang tak sengaja telah terjadi. Tidak di sini, ya.

Yang aku maksudkan, sesungguhnya sederhana. Pada hari ini, di gerbong kereta subway yang aku tumpangi, seorang wanita yang tengah duduk diam di atas bangku penumpang yang tersedia, tiba-tiba terkulai dengan sendirinya ke lantai gerbong, dengan mata terbelalak dan sekujur tubuh gemetaran. Asumsiku, dia merupakan penderita penyakit epilepsi, dan itu adalah saat dimana penyakitnya kambuh. Ironisnya, penyakit itu kambuh di saat ia sedang seorang diri di tempat umum seperti itu. Pada awal mula tumbangnya wanita itu, banyak orang di sekelilingnya langsung menyingkir, seolah takut bahwa hanya dengan bersentuhan saja dengan wanita penyakitan itu akan mendatangkan masalah bagi mereka. Namun tiba-tiba seorang pria sekitar usia tiga puluhan langsung berjalan ke arah wanita tersebut dan menggotongnya kembali ke tempat duduknya. Kejadian itu hanyalah beberapa saat sebelum kereta tiba di pemberhentian berikutnya. Ketika kecepatan kereta perlahan-lahan berkurang, orang-orang mulai bersuara, "cepat, kita harus memanggil petugas untuk menyelamatkan wanita ini". Kemudian ada juga yang berpendapat, "turun saja di stasiun ini, panggil petugas, dan bawa dia ke rumah sakit terdekat". Segera setelah pintu gerbong kereta terbuka, beberapa orang segera berlari dan memanggil petugas, beberapa orang lainnya membantu pria tadi menggotong wanita ini keluar dari gerbong. Petugas pun datang, dan kelanjutan dari cerita ini sudah luput dari pandanganku.

Yang aku petik dari apa yang kulihat hari ini adalah segala stereotype yang ada tak bisalah kita telan mentah-mentah begitu saja. Pada umumnya, masyarakat di negeri Tirai Bambu ini mungkin agak-agak kehilangan sedikit sense tentang perikemanusiaan. Namun tak menutup kemungkinan, bahwa masih ada segelintir orang-orang yang berakhlak baik, berjiwa penyayang. Pelajaran lainnya yang ku petik yaitu ketika serentetan kejadian penuh cinta kasih seperti ini terjadi di depan mata Anda, tanpa disadari Anda pun akan tersenyum, karena menyadari indahnya hidup berdamai dengan sesama di dunia yang sudah hampir hancur berantakan ini.

Alangkah indahnya, apabila sikap welas asih ini dimiliki semua orang. Alangkah indahnya, apabila setiap insan manusia keluar dari selimut individualismenya dan berusaha menolong mereka yang membutuhkan pertolongan. Alangkah indahnya, apabila perdamaian dunia bisa tercipta dari kisah-kisah kecil mengenai kekeluargaan seperti ini.

Beijing, 1 November 2013, 03:05 P.M.

Thursday 14 June 2012

Lapangkan Hatimu, Selayaknya Sang Langit

Langit yang luas membentang di atas kepala seluruh masyarakat dunia. Tidakkah kau menyadari bahwa langit yang luas itu sungguh memukau? Tidakkah kau merasakan, di kala engkau menengadahkan kepalamu ke atas, dan melihat betapa indahnya langit yang membentang dengan gagah itu, hatimu tersentuh oleh belaian Sang Dewi Kebebasan? Apakah kau merasakan suatu perlepasan beban yang diberikan oleh keberanian dan kegagahan sang langit yang luas itu? Hati manusia, hendaklah seperti sang langit, luas dan gagah membentang di seluruh penjuru alam semesta. Hendaklah hati kita begitu luas, begitu lapang. Jiwa yang besar dan lapang adalah sesuatu yang indah yang kita miliki dalam hidup ini, selayaknya yang dimiliki sang langit, begitu memukau, begitu mempesona. Dengan miliki jiwa yang besar dan lapang, hendaknya seluruh umat manusia hidup dengan penuh keberanian dalam menjalani hidup. Tiada beban, tiada ragu, selalu bahagia.

Tuesday 12 June 2012

Kecantikan Sekuntum Bunga di Musim Semi

Segala hal yang ada di dunia ini bisa diibaratkan selayaknya sekuntum bunga. Pada musim ini, hari ini, detik ini, ia adalah suatu hal yang indah, cantik dan memukau. Tapi kecantikannya takkan terus menerus berseri sepanjang masa. Pada setiap detik hidupnya, ia akan terus mengalami perubahan, ia akan mengalami masa dimana kecantikan yang dimilikinya berbeda - beda setiap waktunya, dan pada akhirnya akan ada saat dimana ia akan layu, dan mati untuk selamanya. Inilah kehidupan kita. Tidak kekal, selalu berubah. Namun percayalah, dalam setiap siklus kehidupan, selalu ada masa dimana kecantikan itu ada, kebahagiaan itu pasti pernah ada. Di kala kita masih hidup di masa itu, hargailah, maka takkan pernah ada penyesalan di hari nanti.

Saturday 9 June 2012

Hidup bukanlah sesuatu dimana kau berhenti pada suatu hal, yang mungkin engkau pikir merupakan kesalahanmu di masa lalu. Hidup adalah sesuatu dimana waktu yang terus bergulir. Jangan biarkan waktu yang bergulir itu membawa pergi hidupmu yang berharga.

Saat Ini

Dalam ajaran agama yang aku anut, terdapat sebutan mengenai “Tiga Kebenaran”, yakni: “Tidak ada yang hilang”, “Semuanya Berubah”, dan “Hukum Sebab – Akibat”. Maksud dari tiga kebenaran ini adalah segala sesuatu di dunia ini selalu berubah, bahkan di detik sekarang ini dimana aku menulis artikel ini, atau detiik dimana seorang pengakses sedang membaca artikel ini, namun dari segala hal yang berubah itu sesungguhnya tak ada satupun yang benar – benar hilang, dan kebenaran itu dapat dijelaskan dengan “Hukum Sebab – Akibat”. Karena ada sesuatu yang menjadi sebab, maka akan ada akibat, yang menyebabkan sesuatu hal berubah, namun tidak hilang. Ya, tidak ada yang hilang, hanya berubah, selayaknya sebuah persahabatan. Pada detik ini kau miliki sahabat terbaik di sisimu, mungkin saja di detik berikutnya kau akan kehilangan, entah itu dirinya, atau hatinya, atau satu bagian dari dirinya. Takkan ada yang tahu apa yang akan terjadi di detik berikutnya. Di masa aku masih duduk di bangku SMA, aku pernah miliki seorang sahabat karib, hubunganku dengannya sangatlah baik hingga aku rasa sekedar kata “persahabatan” cukup untuk menggambarkan hubungan kami berdua. Namun secara tiba – tiba dia menjauh, bukan jasmaninya namun hatinya. Aku tak pernah mengerti kenapa. Lalu selang beberapa waktu kemudian dia kembali lagi, kami bersahabat karib kembali seperti dulu. Sampai sekarang aku tidak bisa jelaskan apa yang terjadi di antara kami. Lalu, di bangku kuliah sekarang, lagi – lagi terjadi hal yang sama, dan lagi – lagi aku tak mampu jelaskan apa yang terjadi. Seorang sahibat karib tiba – tiba menjauh dari sisiku, lalu seringkali, dalam tempo yang tidak beraturan, keluar masuk lingkaran kehidupanku. Takkan ada yang tahu jawaban dari misteri di balik semua ini, dan aku pun tak mencari jawaban itu. Semua tidak kekal, semua berubah, hanya saja taka da satupun yang hilang. Sangat bodoh sekali bahwa kita menyia – nyiakan waktu kita dalam kesedihan akan hal – hal yang berubah dan pergi meninggalkan kita. Yang kita bisa lakukan, yang paling bijaksana, hanyalah menghargai apa yang ada sekarang, teman – teman yang ada, keluarga, pemandangan di sekeliling kita, segala yang kita lihat dan miliki sekarang. Yang kita harus hargai adalah SAAT INI, karena apa yang benar – benar engkau miliki adalah SAAT INI.