Wednesday 30 November 2011

Berguru Ke Daratan China, Sebuah Pelajaran Baru dalam Hidup

Postingan ini pastinya merupakan postingan yang jaraknya terjauh dari postingan sebelumnya. Ya, beberapa tahun telah berlalu dan aku telah mengalami banyak perubahan yang aku sendiri tak tahu bagaimana mendeskripsikannya.

Kemarin dahulu, di saat pertama kali halaman blog ini dibuat dan aku sebagai penggunanya masih sangat aktif dalam meng-update halaman ini, itu adalah dimana aku masih duduk di bangku SMA. Saat itu, aku adalah seorang gadis yang bersekolah di sekolah khusus wanita yang berdiri di tengah ibukota, SMA Santa Ursula, Jalan Pos no. 2, Jakarta Pusat). Itu adalah sebuah sekolah yang telah berusia 150 tahun, sekolah super ketat dan berdisiplin tinggi, disertai dengan tugas - tugas dan ujian yang menyiksa. Banyak sekali yang aku alami disana, terlalu banyak, sampai - sampai aku yang saat itu beranggapan kalau lika - liku kehidupan telah sebagian aku hadapi di sana. Lulus dari sana, aku berguru ke daratan Cina. Pada awalnya aku berangkat, aku seorang diri. Dari awal pendaftaran, sampai pengepakan barang, sampai pesawat mendarat di daratan Cina, aku seorang diri, dan aku tidak takut atau cemas akan apapun saat itu karena terlalu banyak yang terjadi sampai - sampai aku berpikir aku sudah memiliki banyak pengalaman yang berarti dan aku sama sekali tidak perlu khawatir akan bertemu kesulitan apapun.

Namun setelah sampai di sini, aku berubah pikiran. Hal - hal yang aku alami dahulu, semuanya hanyalah sebuah batu keirikil kecil di jalan raya, yang bahkan untuk membuat tersandung sebuah roda sepeda saja tak mempan. Sampai d sini, kelas yang awalnya aku kira merupakan sebuah modal untuk preparation kuliah sama sekali tidah berguna. Aku harus mendaftar sendiri sebuah ujian (HSK) demi bisa mendaftarkan diri ke universitas. Namun karena aku sudah terlanjur membayar uang sekolah satu semester untuk kelas yang tadinya aku kira sebagai modal tersebut, aku harus mengikuti dua kelas dalam sekaligus. Setelah menyelesaikan syarat pertama untuk ke universitas, aku melangkah ke step kedua. Aku harus mengikuti kelas persiapan untuk ujian masuk. Sekolah itu sebuah sekolah kecil, didirikan oleh seorang pria Korea lulusan Peking University. Pelajaran yang harus dipelajari tak banyak, namun aku harus benar - benar belajar ekstra saat itu. Karena, pada dasarnya anak - anak luar negeri yang datang belajar di universitas China adalah mereka yang telah tinggal lama dan minimal menerima ilmu dari sekolah menengah di China. Sebagai siswa yang baru saja memperlancar bahasa mandarinnya dan sangat ingin mengejar timing dimana tahun depan dapat masuk universitas, aku harus berusaha keras mengejar ketinggalan yang terlalu jauh tersebut. Kelasku dimulai pukul 9 pagi, sedikit lebih siang dari waktu aku duduk di bangku SMA. Sampai pukul 12.10, kami diberi waktu makan siang. Kelas dimulai kembali pukul ! siang, lalu terus sampai pukul 6 petang. Makan malam satu jam waktunya diberikan untuk kami dan pukul 7 malam, guru instruktur sudah harus melihat batang hidung kita di kelas untuk mengikuti program "Belajar Sendiri". Ini bukan sebuah sistem simpel dimana siswa duduk di kelas dan membaca bahan sendiri. Ini adalah situasi dimana siswa harus duduk belajar dan di depanmu akan duduk seorang instruktur yang mengawasi apakah kau benar - benar belajar. Ini bukanlah suatu hal yang menyedihkan, tapi minimal ini sangat langka di Indonesia. Aku rasa, apabila orang Korea datang ke Indonesia dan membuka sekolah seperti ini, sekolah itu dalam 2 hari saja sudah porak poranda oleh orang tua murid.

Aku bertemu beberapa hal menarik, tapi saat bertemu dengannya aku benar - benar menyedihkan. Sekolah kecil menyedihkan itu awalnya tak ada kemampuan memperpanjang visaku. Untung sajapada akhirnya masalah terselesaikan (meski dengan biaya tinggi). Lalu Aku punya kesulitan dalam tempat tinggal. Aku tak bisa tinggal di dorm manapun karena aku bukan murid universitas. Aku harus mencari apartement tapi itu mahal sekali. Untung pada akhirnya aku bisa menemukan teman untuk share tempat tinggal denganku. Sampai waktunya pulang pertama kali ke Indonesia pada tahun pertama berguru keluar, aku mendapat masalah dalam pemesanan tiket. Namaku tak sesuai dengan passportku dan aku hanya bisa membatalkan penerbangan dan membeli tiket baru. Semuanya terjadi saat aku benar - benar sendiri dan tak tahu harus bagaimana. Sekarang saat aku berbalik melihat apa yang terjadi, benar - benar semua itu adalah hal - hal baru yang menarik.

Masoh banyak lagi yang terjadi. Sekarang aku sudah duduk di tahun kedua universitas. Tahun pertama, aku juga kembali berhadapan dengan banyak masalah. Tapi semua itu adalah pelajaran berguna untuk di masa datang nanti.