Thursday 14 June 2012

Lapangkan Hatimu, Selayaknya Sang Langit

Langit yang luas membentang di atas kepala seluruh masyarakat dunia. Tidakkah kau menyadari bahwa langit yang luas itu sungguh memukau? Tidakkah kau merasakan, di kala engkau menengadahkan kepalamu ke atas, dan melihat betapa indahnya langit yang membentang dengan gagah itu, hatimu tersentuh oleh belaian Sang Dewi Kebebasan? Apakah kau merasakan suatu perlepasan beban yang diberikan oleh keberanian dan kegagahan sang langit yang luas itu? Hati manusia, hendaklah seperti sang langit, luas dan gagah membentang di seluruh penjuru alam semesta. Hendaklah hati kita begitu luas, begitu lapang. Jiwa yang besar dan lapang adalah sesuatu yang indah yang kita miliki dalam hidup ini, selayaknya yang dimiliki sang langit, begitu memukau, begitu mempesona. Dengan miliki jiwa yang besar dan lapang, hendaknya seluruh umat manusia hidup dengan penuh keberanian dalam menjalani hidup. Tiada beban, tiada ragu, selalu bahagia.

Tuesday 12 June 2012

Kecantikan Sekuntum Bunga di Musim Semi

Segala hal yang ada di dunia ini bisa diibaratkan selayaknya sekuntum bunga. Pada musim ini, hari ini, detik ini, ia adalah suatu hal yang indah, cantik dan memukau. Tapi kecantikannya takkan terus menerus berseri sepanjang masa. Pada setiap detik hidupnya, ia akan terus mengalami perubahan, ia akan mengalami masa dimana kecantikan yang dimilikinya berbeda - beda setiap waktunya, dan pada akhirnya akan ada saat dimana ia akan layu, dan mati untuk selamanya. Inilah kehidupan kita. Tidak kekal, selalu berubah. Namun percayalah, dalam setiap siklus kehidupan, selalu ada masa dimana kecantikan itu ada, kebahagiaan itu pasti pernah ada. Di kala kita masih hidup di masa itu, hargailah, maka takkan pernah ada penyesalan di hari nanti.

Saturday 9 June 2012

Hidup bukanlah sesuatu dimana kau berhenti pada suatu hal, yang mungkin engkau pikir merupakan kesalahanmu di masa lalu. Hidup adalah sesuatu dimana waktu yang terus bergulir. Jangan biarkan waktu yang bergulir itu membawa pergi hidupmu yang berharga.

Saat Ini

Dalam ajaran agama yang aku anut, terdapat sebutan mengenai “Tiga Kebenaran”, yakni: “Tidak ada yang hilang”, “Semuanya Berubah”, dan “Hukum Sebab – Akibat”. Maksud dari tiga kebenaran ini adalah segala sesuatu di dunia ini selalu berubah, bahkan di detik sekarang ini dimana aku menulis artikel ini, atau detiik dimana seorang pengakses sedang membaca artikel ini, namun dari segala hal yang berubah itu sesungguhnya tak ada satupun yang benar – benar hilang, dan kebenaran itu dapat dijelaskan dengan “Hukum Sebab – Akibat”. Karena ada sesuatu yang menjadi sebab, maka akan ada akibat, yang menyebabkan sesuatu hal berubah, namun tidak hilang. Ya, tidak ada yang hilang, hanya berubah, selayaknya sebuah persahabatan. Pada detik ini kau miliki sahabat terbaik di sisimu, mungkin saja di detik berikutnya kau akan kehilangan, entah itu dirinya, atau hatinya, atau satu bagian dari dirinya. Takkan ada yang tahu apa yang akan terjadi di detik berikutnya. Di masa aku masih duduk di bangku SMA, aku pernah miliki seorang sahabat karib, hubunganku dengannya sangatlah baik hingga aku rasa sekedar kata “persahabatan” cukup untuk menggambarkan hubungan kami berdua. Namun secara tiba – tiba dia menjauh, bukan jasmaninya namun hatinya. Aku tak pernah mengerti kenapa. Lalu selang beberapa waktu kemudian dia kembali lagi, kami bersahabat karib kembali seperti dulu. Sampai sekarang aku tidak bisa jelaskan apa yang terjadi di antara kami. Lalu, di bangku kuliah sekarang, lagi – lagi terjadi hal yang sama, dan lagi – lagi aku tak mampu jelaskan apa yang terjadi. Seorang sahibat karib tiba – tiba menjauh dari sisiku, lalu seringkali, dalam tempo yang tidak beraturan, keluar masuk lingkaran kehidupanku. Takkan ada yang tahu jawaban dari misteri di balik semua ini, dan aku pun tak mencari jawaban itu. Semua tidak kekal, semua berubah, hanya saja taka da satupun yang hilang. Sangat bodoh sekali bahwa kita menyia – nyiakan waktu kita dalam kesedihan akan hal – hal yang berubah dan pergi meninggalkan kita. Yang kita bisa lakukan, yang paling bijaksana, hanyalah menghargai apa yang ada sekarang, teman – teman yang ada, keluarga, pemandangan di sekeliling kita, segala yang kita lihat dan miliki sekarang. Yang kita harus hargai adalah SAAT INI, karena apa yang benar – benar engkau miliki adalah SAAT INI.

Monday 4 June 2012

Inspirational quote

Hope that I could be the one who do not think very much about other's feels. I just wanna concentrate to what the voice within myself talk about. Surely, that day will come, soon.

Perspektif

Satu hal yang aku tak mengerti dari dunia ini: mengapa kita harus selalu hidup dalam kurungan perspektif kalangan mayoritas? Ya, manusia itu makhluk sosial. Takkan mungkin seorang manusia bisa hidup di dunia, seorang diri, tanpa mengenal siapapun dan bergantung pada siapapun. Manusia butuh teman, untuk membantunya di saat sulit, menemaninya di saat suka dan duka. Manusia butuh orang - orang lain, baik yang dikenal ataupun tidak dikenal, untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Ya, memang seperti itu adanya. Namun, manusia adalah makhluk yang memiliki alam pikirannya sendiri. Masing - masing manusia miliki satu alam pikiran, dan itu membuatnya memiliki cara pandang sendiri. Setiap manusia berbeda - beda, dan bayangkan dalam kehidupan sosialis kita dimana banyak manusia hidup bersama membentuk suatu kelompok sendiri, akan ada banyak sekali cara pandang yang berbeda - beda dan itu akan menghasilkan perspektif – perspektif, yang sesungguhnya hanya dimiliki kalangan mayoritas, yang membuat manusia hidup seolah – olah di dalam “penjara aturan”. Kemarin – kemarin dulu, entah kapan tepatnya, aku diberi perspektif bahwa orang yang baru saja putus dengan pacarnya tidak sebaiknya langsung memiliki orang lain yang baru lagi yang mengisi hatinya. Dan aku juga pernah diberi sebuah perspektif bahwa seorang perempuan tidaklah baik kalau menyatakan dengan terang – terangan perasaan yang dimilikinya kepada laki – laki yang disukainya. Aku juga pernah diberikan perspektif bahwa seseorang, apalagi perempuan, yang baru saja putus dari pacarnya langsung mendapatkan yang baru lagi, itu juga sangat tercela. Aku yang dulu, peduli setan dengan semua perspektif – perspektif itu. Tapi kini, akulah orang yang merasakan hal – hal yang tak boleh dirasakan tersebut, jadi aku bimbang. Kebimbangan ini bukan karena gundah atas pandangan perspektif yang dimiliki kalangan mayoritas itu. Aku gundah justru karena perspektif itu sudah merasuki alam pikiranku cukup dalam, dan kini aku tak berani berperang dengan diriku sendiri. Aku menyukai seseorang, ya, aku menyukainya. Selayaknya aku menyukai mantan kekasihku sebelumnya, aku menyukai orang ini dengan sangat polos sampai pertanyaan sejenis“mengapa kau menyukainya?” seperti ini saja tak mampu ku jawab. Aku rasa cinta memanglah suatu hal yang tak memiliki alasan, maka itu aku yakin aku benar – benar menyukainya. Yang menjadi permasalahan adalah: hatiku tak mengijinkannya. Sesungguhnya, memang tidak seharusnya aku miliki perasaan ini. Karena ini hanyalah sebuah perasaan suka yang takkan pernah terbalaskan (tentu saja sebenarnya tak pernah juga kuharapkan balasan). Namun karena hatiku terus berperang dengan semua perspektif – perspektif persetan itu, aku jadi gundah, dan sesungguhnya kegundahan ini memperbesar rasa suka itu, yang semestinya biasa – biasa saja. Hmm, semestinya? Ya, semestinya. Lalu apa sesungguhnya semestinya itu? Lagi – lagi, perspektif. Beijing, 5 Juni 2012, 12: 58 P.M, Building Three Tsinghua University

New World

Semilir angin mendesah melewati daun telinga Nengingatkan diri pada masa yang lalu Pernah ada begitu nyata, suatu kasih asmara yang menggelora Yang kini, telah buyar, sirna tertelan waktu Aku membiarkan kisah indah oitu terbawa pergi oleh sang angin Mungkin sesungguhnya aku membuangnya aku tak inginkan lagi Aku kerahkan seluruh keberanian yang ada, untuk membuang segalanya Tapi tahukah engkau, sayangku, bahwa meninggalkan juga sesuatu yang menyakitkan? Boleh saja engkau meronta dengan isak tangis di wajahmu, dan aku menatapi itu dengan tatapan mata yang membeku Namun sesungguhnya hatiku tersayat Tuk tinggalkan sesuatu yang pernah indah, namun sekejap sirna dari hadapan mata Tak seberapa sesungguhnya, sakit ini, bila dibandingkan dengan sakit saat engkau tusukan belati ke jiwaku Aku kini berdiri di bebatuan yang tak kunjung mengistirahatkan diri dari sapuan ombak Mencoba tegar, dan aku yakin aku mampu bertahan Karena, pernah ada suatu kisah yang indah, entah itu nyata ataupun hanya sebuah khayalan Takkan ada dendam dan benci, sayangku Karena sesungguhnya memori indah itu sungguh pernah ada Kini kau dan aku berjalan di dua jalan setapak di sudut dunia yang berbeda Kau dan aku, ku yakini, akan tegar di dunia yang baru. Beijing, 1 Juni 2012, 12: 14 P.M, Bulding Six Tsinghua University