Friday 1 November 2013

"Welas Asih" Belumlah Mati

Langit memutih, awan mendung menebal, gerayangi penghujung musim gugur yang segera mati dan digantikan tahta kekuasaannya oleh musim dingin yang mencekam. Namun orang-orang di kota Beijing tampak tak peduli dengan segala perebutan kekuasaan yang terjadi di kerajaan langit. Peduli setan dengan apapun musim yang menjajah kota itu, orang-orang di kota ini lebih memilih hidup dalam selimut individualisme yang kian menebal dari hari ke hari. Orang-orang keluar dari sarangnya setiap pagi, mengerubuti segala akses transportasi di seluruh pelosok kota, berdesak-desakan tak karuan dengan sumpah serapah yang mengandung caci-maki terlontarkan dari mulut orang-orang yang tidak saling kenal hanya karena tubrukan kecil yang tidak merugikan siapapun di antara mereka. Semua orang seolah hidup dalam keyakinan bahwa dirinyalah yang paling penting dan harus didahului kepentingannya di dunia ini, mengabaikan teori dimana manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial dan seyogyanya hidup berkemasyarakatan.

Namun, hari ini, di salah satu titik kecil di kota penuh gaya hidup metropolis itu, terjadi suatu kejadian kecil. Hal ini, apabila Anda jumpai di tempat lain, Indonesia misalnya, mungkin merupakan hal yang biasa, dan memang sewajarnya harus demikian. Tapi tidak di sini, di negeri Tirai Bambu, dimana segala hal-hal "aneh" yang mengabaikan konsep perikemanusiaan terjadi secara wajar. Tidak di sini, dimana kecelakaan terjadi namun para saksi mata menolak untuk memberikan pertolongan, bahkan untuk menelepon ambulans sekalipun. Tidak di sini, dimana si penabrak yang "terlanjur" menabrakkan mobilnya pada tubuh insan lainnya lebih memilih "mematikan" sinyal kehidupan dari jiwa korban yang masih menyala dan menuntaskan aksi penabrakan yang tak sengaja telah terjadi. Tidak di sini, ya.

Yang aku maksudkan, sesungguhnya sederhana. Pada hari ini, di gerbong kereta subway yang aku tumpangi, seorang wanita yang tengah duduk diam di atas bangku penumpang yang tersedia, tiba-tiba terkulai dengan sendirinya ke lantai gerbong, dengan mata terbelalak dan sekujur tubuh gemetaran. Asumsiku, dia merupakan penderita penyakit epilepsi, dan itu adalah saat dimana penyakitnya kambuh. Ironisnya, penyakit itu kambuh di saat ia sedang seorang diri di tempat umum seperti itu. Pada awal mula tumbangnya wanita itu, banyak orang di sekelilingnya langsung menyingkir, seolah takut bahwa hanya dengan bersentuhan saja dengan wanita penyakitan itu akan mendatangkan masalah bagi mereka. Namun tiba-tiba seorang pria sekitar usia tiga puluhan langsung berjalan ke arah wanita tersebut dan menggotongnya kembali ke tempat duduknya. Kejadian itu hanyalah beberapa saat sebelum kereta tiba di pemberhentian berikutnya. Ketika kecepatan kereta perlahan-lahan berkurang, orang-orang mulai bersuara, "cepat, kita harus memanggil petugas untuk menyelamatkan wanita ini". Kemudian ada juga yang berpendapat, "turun saja di stasiun ini, panggil petugas, dan bawa dia ke rumah sakit terdekat". Segera setelah pintu gerbong kereta terbuka, beberapa orang segera berlari dan memanggil petugas, beberapa orang lainnya membantu pria tadi menggotong wanita ini keluar dari gerbong. Petugas pun datang, dan kelanjutan dari cerita ini sudah luput dari pandanganku.

Yang aku petik dari apa yang kulihat hari ini adalah segala stereotype yang ada tak bisalah kita telan mentah-mentah begitu saja. Pada umumnya, masyarakat di negeri Tirai Bambu ini mungkin agak-agak kehilangan sedikit sense tentang perikemanusiaan. Namun tak menutup kemungkinan, bahwa masih ada segelintir orang-orang yang berakhlak baik, berjiwa penyayang. Pelajaran lainnya yang ku petik yaitu ketika serentetan kejadian penuh cinta kasih seperti ini terjadi di depan mata Anda, tanpa disadari Anda pun akan tersenyum, karena menyadari indahnya hidup berdamai dengan sesama di dunia yang sudah hampir hancur berantakan ini.

Alangkah indahnya, apabila sikap welas asih ini dimiliki semua orang. Alangkah indahnya, apabila setiap insan manusia keluar dari selimut individualismenya dan berusaha menolong mereka yang membutuhkan pertolongan. Alangkah indahnya, apabila perdamaian dunia bisa tercipta dari kisah-kisah kecil mengenai kekeluargaan seperti ini.

Beijing, 1 November 2013, 03:05 P.M.