Thursday 18 September 2008

Surat Untuk Pendosa Ke-15

Dear my friend,

Surat ini aku tuliskan untukmu untuk melanjutkan apa yang pernah aku ceritakan padamu. Aku tidak katakan ini padamu atau siapapun, walaupun tengah bertatap muka sekalipun. Tapi aku ingin katakan ini, hanya sebagai pelampiasan agar unek-unek ini keluar. Aku memang cuek dan tertutup, kuakui, sifat dasarku ya begitu. Namun akan ada kalanya dimana seseorang yang cuek dan tertutup merasa luar biasa kesal dan tidak tahan memendam segala yang ada, bahkan tak mampu untuk tidak menghiraukannya.

Aku yakin kau pasti masih ingat tentang anggota tokoh kartun berwarna kuning yang ketiga, yang sebelumnya cukup dekat denganku. Bahkan mungkin bisa dibilang, dia yang paling dekat denganku. Tapi itu dulu, saat kami masih suka makan sayuran hijau itu. Setelah aku dan dia menjadi anggota tokoh kartun kuning ini, dia tidak lagi sedekat dulu denganku. Aku masih ingat saat aku cerita padamu lalu kau katakana bahwa kisahku ini sama dengan kisahmu dengan salah satu tetangga para pendosa. Setelah belakangan ini, aku jadi teringat raut wajahmu waktu itu, waktu 2 tahun yang lalu. Kau kelihatan sangat sedih, tapi sesedih apapun itu aku tidak bisa mengerti apa yang kau rasakan. Tapi kini aku sudah mengerti, sangat mengerti, setelah aku juga telah mengalaminya. Perasaan dimana sahabat terdekatku, yang dulu paling mengerti aku, dan mengikrarkan pada semua orang bahwa akulah teman baiknya, tiba-tiba berubah menjadi dingin padaku. Padaku, hanya padaku. Biarpun dia selalu katakan kalau dia yang sekarang memang dingin apalagi pada orang terdekatnya, tapi kenyataanya dia paling ramah pada sahabatnya yang sekarang. Itu sudah cukup membuktikan bahwa dia memiliki sifat yang sama dengan saudaraku. Apa kau tahu tentang saudaraku?

Aku memiliki saudara, sesungguhnya bukan benar-benar saudara. Dia keponakannya istri pamanku. Awalnya aku kenal baik dengannya, lalu tiba-tiba dia bertemu dengan teman yang jauh lebih baik dariku dan meninggalkanku. Itu sudah terjadi hampir sepuluh tahun yang lalu sampai aku melupakannya. Lalu hari ini aku mengalaminya kembali. Sudah 2 orang yang aku temui memiliki sifat seperti ini. Apakah karakter seperti ini masih ada lagi di permukaan bumi ini? Aku berharap tidak. Mungkin bagi orang-orang biasa dan orang-orang berkarakter seperti ini, sifat ini tidak seburuk wajah The Beast dalam cerita kartun klasik. Tapi bagiku, ini 100 kali lebih buruk dari The Beast. Aku bertanya dalam hati, tahukah mereka, yang bersifat seperti ini, bahwa sesungguhnya sifat mereka menjengkelkan?

Saat kau katakan padaku, “Dia tidak akan pernah kembali”, mengenai si tetangga para pendosa itu, aku hanya bisa katakan, “Ya sudah, jangan dipikirkan lagi”. Sekarang, aku tidak berdaya untuk laksanakan apa yang aku katakan sendiri pada 2 tahun yang lalu. Orang yang tidak pernah mengalaminya, tidak akan mengerti, bahkan aku akan dianggap aneh bila ceritakan pada mereka. Tapi aku yakin kau mengerti, karena kau pernah mengalaminya. Hei, teman, bolehkah beritahu aku berapa lama waktu yang kau perlukan untuk tidak terpikirkan lagi tentang si tetangga pendosa itu? Aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan. Sesuai dengan motoku, aku akan membiarkannya mengalir saja. Tapi bagaimana supaya tidak terpikirkan lagi?

Your Friend,
(D.A.D)

1 comment:

Butetaholic said...

lo & gw tau bener klo temen kita itu nggak bakal bener2 balik persis kaya dlu...

dan sebenernya gw nggak pernah berenti bwt mikirin dia...

sama kaya lo, gw masih nganggep dia temen bae gw walaupun mungkin dia nggak sadar...

mungkin lo & gw hrs nunggu...

nunggu sampe dia sadar klo kita masih nganggep dia temen baenya...

nunggu sampe dia inget klo kita pernah jd bagian dr kehidupannya yg dlu...

meskipun kita tau, itu akan makan waktu yg sgt lama...