Friday 5 December 2008

Associated Broad Royal School Of Music

Dunia terkadang sangat suka membuat para penghuninya tertawa. Seperti sekarang ini, lagi-lagi ada hal di dunia yang kalau dipikir-pikir sangat lucu. Bagaimana mungkin selembar kertas yang tak berarti malah menjadi penuntun dan penentu jalan hidup seseorang?

Associated Broad Royal School Of Music (ABRSM) atau yang lebih sering disebut-sebut sebagai “Ijazah Royal”, merupakan sebuah ijazah internasional musik yang apabila memilikinya bagaikan memiliki emas. Dengan ijazah itu kau akan dianggap benar-benar belajar musik oleh siapapun. Dengan adanya dia, kau akan dengan mudah melakukan halhal apapun yang berhubungan dengan musik. Dengan adanya itu, tidak peduli berapapun nilaimu, asalkan kau dinyatakan “Pass”, maka kau sudah bisa tertawa selega-leganya dan bebas sebebas-bebasnya, apapun yang kau mau lakukan yang berhubungan dengan musik.

Tapi dengan tidak adanya dia, seberapapun hebat tingkat kemampuanmu dalam bermain musik tidak ada yang mau mempercayainya. Seberapapun besar bakatmu, tak akan ada yang mau mendengarkan permainanmu. Seberapa kerasnya usahamu, takkan ada yang mau melihatnya.

Yah, itulah sebegitu pentingnya Ijazah Royal tersebut, ijazah yang telah merubah jalan hidupku. Aku bukan anak yang berbakat dalam musik, lebih bukan lagi orang yang berkemampuan hebat dalam bermain musik. Aku hanya seorang biasa yang kalau memang aku memiliki waktu cukup banyak setiap harinya, aku akan berusaha berlomba dengan waktu untuk mencapai kemampuan dan bakat yang tidak aku miliki itu. Namun dunia memang suka membuat aku tertawa. Pertama-tama aku dipermainkan oleh sang waktu, yang mentakdirkan aku terlambat belajar musik dan tidak bisa mengejarnya lagi karena waktu takkan pernah bisa terulang. Lalu hal yang lagi-lagi mempermainkan itu adalah sertifikat ABRSM tersebut. Penampilannya sederhana, hanya selembar kertas berlambangkan lambing Royal School Of Music dari Inggris, lalu nama peserta ujian, nama guru sang peserta beserta dengan lulus tingkatan berapa orang tersebut. Namun siapapun tidak akan ada yang menyangka kalau ternyata selembar kertas itu akan membuat seseorang harus merubah semua rencana hidup dan cita-citanya.

Aku, mungkin telah tersebutkan dalam artikel-artikel sebelumnya, kalau aku mempunyai cita-cita yang bergerak dalam bidang musik. Tadinya aku hanya berpikir, asalkan aku berlomba dengan waktu, mungkin aku masih bisa mencapainya. Namun ternyata kendala kedua ini telah benar-benar membuatku mundur. Kalau memang aku punya banyak waktu, maka aku bisa mengejarnya, yah, dalam segi kemampuan maksudku. Namun ujian untuk mendapatkan selembar kertas itu hanya setahun sekali, dan aku sudah pasti bukan anak ajaib yang tahun ini ikut ujian dasar lalu tahun depan ikut ujian Grade 8. Bicara kata 8, ya, itulah yang diminta. Aku ingin masuk unversitas musik, tapi semua universitas menuntut semua pendaftar harus memiliki secarik kertas bertuliskan angka 8 tersebur. Tanpa kata 8 itu, bahkan & sekalipun, takkan ada universitas yang mau menerimamu. Itulah, yang membuatku tak bisa mencapai harapanku. Lalu karenanya juga aku harus terus-terusan memikirkan jurusan dan unversitas yang harus aku masuki setelah lulus dari SMA nanti (kalau lulus). Yang berat bagiku adalah, aku harus memikirkan itu, terus memikirkannya, di saat semua teman-temanku sudah mulai membayar uang pangkal universitas tujuan mereka.

Aku berniat terus belajar musik biarpun sudah terlambat. Siapa tahu, aku bisa menjadi seorang guru yang memcah rekor, karena baru belajar musik pada usia 17 tahun. Namun aku sesungguhnya tidak yakin karena bahkan aku akan dilempar kemana saja aku tidak tahu. Aku hanya berharap saat ini, keajaiban tiba-tiba terjadi padaku dan aku tidak harus terus-terusan memikirkan hal-hal yang sama ini, lagi dan lagi.

Tuesday 2 December 2008

Aku & Superstar (Arron Yan Ya Lun ; A Bu)

Artikel ini berbicara mengenai normal apa tidaknya seseorang yang tergila-gila dengan seorang idola yang sangat jauh dan sudah pasti tidak bisa didapatkan. Yah, yang sedang aku maksudkan adalah diriku sendiri. Mungkin beberapa orang, teman-temanku maksudku, mengetahui dengan sangat kalau aku sangat mengidolakan seorang penyanyi Taiwan yang merupakan salah satu personal grup band Fahrenheit. Mungkin terlebih dahulu, ada baiknya aku bahas sedikit mengenai dirinya.

Arron Yan Ya Lun, yang memiliki nama asli Wu Gen Lin dan nama panggilan A Bu, lahir di Taiwan, 20 November 1985. Dia terlahir sebagai seorang anak pertama dari keluarga Wu, dan memiliki seorang adik perempuan. Dia sempat tinggal selama 5 tahun di USA. Oleh karena itu, dia memiliki kemampuan berbahasa inggris yang fasih. Selain bahasa mandarin dan inggris, dia juga menguasai bahasa hokkian, seperti orang-orang Taiwan pada umumnya. A Bu juga memiliki sedikit kemampuan dalam berbahasa Jepang dan Cantonese. Dia menguasai bermain alat musik yaitu piano dan flute. Dalam Fahrenheit, dia mewakili 41 derajat fahrenheit ; Charming ; winter. Karirnya di grup band fahrenheit telah dimulai 3 tahun yang lalu, yaitu pengeluaran album Wo You Wo De Young. Album kedua grup band tersebut adalah Two Sided Fahrenheit, dan baru-baru ini dikeluarkan album berbahsa Jepang "Treasure". Dia merupakan anggota termuda di grup band ini.

Orang biasa, pasti hanya akan mengira aku tergila-gila dengan wajah manisnya yang memang diakui semua orang mempesona. Tapi tidak, tidak hanya itu. Aku bukanlah tipe orang yang mudah menyukai, dan faktor aku menyukai biasanya tidak cukup hanya satu. Seperti halnya aku menyukai A Bu dengan berjuta-juta alasan. Aku merasa dia adalah seorang berbakat yang tidak sengaja terjun ke dunia entertainment. Suaranya yang memiliki warna yang khas dan berpower, membuatnya sangat cocok menempati posisi Tenor dalam Fahrenheit, seperti posisinya sekarang. Dari awal debutnya ia bernyanyi, sangat terlihat jelas bahwa A Bu adalah seseorang yang benar-benar bisa menyanyi dan memiliki talenta di bidang musik khususnya suara. Dia tidak seperti anggota grup-grup band yang banyak bermunculan dewasa ini, yang hanya mengandalkan tampang lalu dilatih menyanyi sampai "bisa" menyanyi. Tidak, A Bu malahan adalah seorang pria berbakat menyanyi yang kebetulan memiliki wajah tampan dan manis. Seseorang yang memang dilahrikan untuk menyanyi adalah orang yang tidak hanya memiliki suara indah namun juga dapat membuat orang-orang yang mendengar nyanyiannya merasa terundang dalam suasana nyanyian tersebut. Ya, dan itu ada dalam diri A Bu. Kalau kau mendengarnya menyanyi (bahkan tanpa melihat wajahnya) kau akan merasa seolah telah disampaikan sesuatu olehnya. Aku berkata begini bukan karena aku ini fans beratnya, tapi karena kenyataannya seperti itulah maka aku menjadi fans setianya (aku sebut setia karena aku telah menyukainya hampir mencapai 2 tahun lamanya). Beberapa kali dia muncul di televisi dan menyanyikan lagu sembari memainkan piano, dengan penuh penjiwaan. Lalu pernah juga ia muncul di televisi dengan memainkan flute.

Kemampuannya dalam berakting pun patut diacungi jempol. Dia bisa menjiwai aktingnya dengan sedimikian rupa. Seperti pada It Started With A Kiss (as A Bu), dia harus berakting sebagai seseorang yang murah senyum. Pada film KO ONE, dia harus berakting COOL dan charming, serta pendiam, namun kuat. Keberhasilannya dalam KO ONE lah yang telah mengantarkannya ke Pi Li MIT, dimana dia harus berperan sebagai pemeran utama, yang juga COOL dan charming seperti di KO ONE. Lalu di X-Family, dia berperan sebagai seseorang yang iseng, jahil, murah senyum, namun yang terkuat. Apabila kita ikuti semua film2nya, kau akan tahu seberapa berbakatnya dia dalam dunia akting, yang tidak kalah dengan talentanya dalam dunia musik.

Yang ingin aku katakan di sini adalah, aku sungguh tidak tahu perasaan apa yang melandaku ini. Aku sangat senang melihatnya. Kalau tiba-tiba dia muncul di TV, aku akan langsung berteriak-teriak. Kalau sedang menonton filmnya, aku tidak akan peduli sekitar. Kalau aku bosan, aku akan mengambil handphoneku dan melihat-lihat foto A Bu di HP-ku. Aku akan tiba-tiba menjadi seseorang yang freak apabila sedang berkutat dengan hal-hal yang berhubungan dengannya. Tidak dapat dipungkiri, aku tergila-gila, sangat tergila-gila.

Bahkan ketergila-gilaanku ini menurutku, mungkin sudah agak tidak wajar. Aku tidak tahu apakah ini perasaan suka (bukan suka biasa, tapi suka kepada lawan jenis) atau apapun itu. Aku sebagai siswa SMA Santa Ursula, yang sudah seperti penjara dan pekerjaannya setiap hari hanya belajar itu, tidak memiliki terlalu banyak waktu untuk bersenang-senang. Jadi, waktuku bersenang-senang, dan hal yang bisa menghiburku hanyalah segala hal tentangnya.

Sesungguhnya ini bukanlah masalah besar, kalau hanya sebatas itu. Namun ada beberapa hal yang menjadi dampak dari kecintaanku pada A Bu. Aku yang sekarang (yang memang tidak begitu ingin memikirkan soal pacar-pacaran semenjak putus dengan mantanku yang terakhir) sangat jarang memperhatikan laki-laki. Semua pria (tampan ataupun jelek) selebih-lebihnya hanya aku berikan nilai 75, standard kompetensi di sekolahku. Tidak akan mereka peroleh nilai plus dariku karena semua akan ku bandingkan dengan A Bu yang sempurna itu (sempurna dari luar dan bakatnya maksudnya, karena aku tahu setiap manusia tak ada yang sempurna, begitu juga A Bu yang agak emosional). Apalagi setelah mantanku yang terakhir itu menunjukkan sikap plin plan dan kesewenang-wenangannya sebagai seorang laki-laki membuatku bersikap dingin terhadap cinta di dunia nyata dan ingin hidup dalam dunia khayal saja (berkhayal memiliki pangeran yang sempurna, dalam konteks ini, A Bu). Lalu perlahan aku mulai terbang ke dalam khayalanku (karena pada dasarnya aku suka berkhayal), dan mulai membayangkan hal-hal yang tidak mungkin.

Seperti yang dikatakan Project Pop dalam lagu "Superstar"-nya :
Dia berada jauh di sana, dan aku di rumah. Memandang kagum pada dirinya, dalam layar kaca. Apakah mungkin seorang biasa menjadi pacar seorang Superstar?
Semua khayalanku pastilah tidak akan pernah menjadi nyata. Namun khayalan, selamanya indah, dan kalau kau berusaha meninggalkannya, kau akan merasa sangat berat untuk melangkah. Lalu kira-kira kapan, aku bisa menuntaskan semua khayalan ini? Apakah sampai aku menemukan pangeran yang kesempurnaannya tidak jauh dari A Bu? Tapi, apakah aku akan mendapatkan yang seperti itu? Jawabannya, kembali lagi ke Sang Waktu.

Saturday 29 November 2008

SENJA : Tiga Bulan Untuk Tiga Detik

Waktu. Ya, lagi-lagi dia pemeran utamanya. Aku sungguh tidak mengerti, mau sampai kapan waktu menjadi pemeran utama dalam setiap film di dunia. Dia benar-benar artis terkenal yang tidak akan pernah lapuk dimakan waktu. Saking tenarnya, dia kembali berulah. Biasanya akan membauat kesal. Sekarang ketenarannya itu membuat menggebrak meja sambil menangis dan tertawa karena menangis.

Selasa, 18 November 2009, hari ini pelajaran hanya sekitar 40 menit per jam pelajaran. Pelajaran terakhir di kelasku, XII IPA 3, adalah matematika, ulangan. Begitu semua menyelesaikan ulangannya, sang guru matematika yang baru saja terkilir kakinya itu mengijinkan kami pergi ke aula secepatnya.

Persiapkan segalanya dengan matang, karena hari ini hanya ada kita.


Itulah yang tertanam dalam hati setiap siswa XII IPA 3 saat itu, menurutku. Perayaan ekaristi yang akan diselenggarakan besok, penyelenggaranya adalah kelasku, yang bekerja sama dengan kelas XII Bahasa. Sehari sebelum misa, seperti biasa, akan diadakan latihan menyanyi. Tapi di hari itu hanya ada kami, sedangkan partner kami sedang diutus ke Goethe Haus untuk mengahrumkan nama baik sekolah. Latihan menyanyi siang itu, aku rasa cukup baik. Lancar. Lalu ketika bel menunjukkan bahwa sudah saatnya untuk menyelesaikan kegiatan sekolah hari itu, kami mulai bersiap-siap untuk misa besok. Makan siang terlebih dahulu menjadi kegiatan yang pertama kami lakukan.

J-A. Tadi Pak Hari marah-marah di kelas gua. Dia cerita katanya ada lagi yang ketahuan nyontek. Suster marah dan katanya besok kita bakal dikumpulin di aula lagi.
Saya. Oh. Lho, besok kan misa, Je?
J-A. Ia, habis misa katanya.

Seusai makan, aku langsung naik ke atas untuk mempersiapkan misa. Pada waktu itu juga, anak XII Bahasa kembali dan kami mulai mempersiapkan misa bersama-sama.

Dicoba ya, dicoba. Tunggu-tunggu, akan aku nyalakan.


Beberapa detik kemudian, setelah kipas angin dinyalakan, jatuhlah potongan kertas kecil-kecil yang memang telah kami persiapkan dari tiga bulan yang lalu. Semua bertepuk tangan dan senang melihat itu. Ya, itulah hal yang berbeda dari misa kami. Potongan-potongan kertas itu kami siapkan bersama dari sejak tiga bulan yang lalu. Ada yang memotong kertas kecil-kecil, ada yang sibuk mengumpulkan brosur untuk dipotong-potong, ada yang sibuk berteriak meminta teman-teman lain membawa puncher yang bisa digunakan, ada yang mengumpulkan kotak, semua demi hal yang berbeda ini. Aku sendiri mungkin telah menjadi tukang menggunting kertas yang expert dan mungkin bisa segera menjadi tukang kebun karena pekerjaan selama tiga bulan ini.

Menjelang sore, latihan misa kami hampir selesai. Aku mulai menyadari sesuatu yang tidak biasanya. Aku selalu ikut serta dalam setiap lat misa kelas manapun, dan justru di hari dimana kelaskulah penyelenggaranya, pemandangan ini tidak ada. Aku hanya melihat wali kelasku bersama dengan wali kelas XII Bahasa, sibuk membimbing jalannya latihan misa tersebut. Sampai pada evaluasi, tetap saja hanya itu yang kulihat. Aku tidak melihat dua orang guru religiositasku, yang sepengetahuanku selalu ada dalam setiap latihan misa. Mereka berdua kali ini tidak ada, bahkan sehelai rambut pun tak kulihat.

Belakangan, aku baru mengetahui bahwa dua orang guruku itu ditugaskan oleh sekolah mengikuti pelatihan guru agama. Ya, kebetulan sekali, pikirku hanya seperti itu.

Rabu, 19 November 2009. Ini hari yang kutunggu-tunggu selama bersekolah di SMA Santa Ursula. Misa kelasku yang dipersiapkan dengan baik menurutku, dengan visualisai menkjubkan dari teman-temanku, dekorasi yang cukup lucu dan menarik, dan hal-hal lainnya. Ini juga sebenarnya kali pertama dimana aku benar-benar mengetahui dan menguasai lagu misa dari beberapa hari sebelumnya, karena aku seksi musiknya. Lalu aku juga menanti-nanti ekspresi teman-teman dan adik-adik kelasku ketika melihat closing yang telah direncanakan ketua dekor kelasku, dari jauh-jauh hari sebelumnya.

Semua berjalan lancar ketika misa. Visualisasi mendapat sambutan meriah dari para penonton.
Ini awal yang baik
. Dalam hatiku, tetap saja berpikir seperti itu.

Misa telah sampai pada waktu menyanyikan lagu penutupan. Aku sungguh menunggu momen ini sampai akhirnya ketika lagu penutupan itu habis dan Suster langsung melangkah masuk ke dalam aula. Aku baru teringat pada kata-kata teman baikku sehari sebelumnya, bahwa suster akan bicara di aula hari ini. Dia akan marah-marah. Tapi J-A salah, yang dikatakan Pak Hari tidak seratus persen benar. Suster bukan akan bicara pada kami pada saat misa sudah selesai. Tapi beliau bicara pada saat misa baru setengah selesai dan membuat misa XII IPA 3 – XII Bahasa angkatan tahun 2008-2009 tidak akan pernah mencapai penutupannya. Misa itu belum selesai, tidak selesai, dan tidak akan pernah selesai.

Semua anak kembali ke kelas, begitu juga yang kelas penyelenggara, sekarang!
Kata Suster.

Aku, Tessa, dan Andin, yang dari saat misa berlangsung tadi terus duduk berdekatan, langsung seketika memancarkan aura kekecewaan yang besar. Kami tidak bicara satu sama lain, tapi dalam kebisuan, kami tahu satu sama lain, kami kecewa, dan bukan hanya kami bertiga. Semuanya, 59 siswa dari kelas XII IPA 3 – XII Bahasa, seluruhnya kecewa.

Aku yang terakhir meninggalkan aula saat itu. Aku tak rela meninggalkannya, sesungguhnya. Tapi ada berbagai hal di dunia yang tak bisa terlaksana hanya dari kata mau dan tidak mau. Dengan berat aku keluar. Aku sempat ditanya beberapa anak kelas XII IPA 1 yang segera mengetahui kekecewaan kami.

Indira, emang ada apa lagi sih?
. Aku sampai tak bisa ingat lagi siapa yang bertanya begitu padaku. Aku tak sanggup bicara apa-apa. Rasanya ingin aku diam dan tinggalkan. Lalu akhirnya aku hanya bisa menjawabnya dengan kata
Gua sakit hati banget
dan pergi meninggalkannya. Aku langsung mengejar Dita dan Stella, yang berada tidak jauh di depanku. Tapi aku hanya sanggup memanggil nama Dita, lalu tak bisa ku teruskan lagi. Beberapa detik kemudian Stella yang bicara.

Gua mau nangis rasanya.
Katanya, dan segera setelah itu, aku dan Dita langsung melihat butir-butir air mata jatuh ke pipi Stella.

Kami bertiga berjalan ke kelas. Di sana ternyata belum begitu banyak orang. Segera setelah kami sampai semua datang. Ingrid, yang masuk ke kelas sudah bercucuran air mata, beserta teman-temannya, yang juga marah sampai mengeluarkan air mata. Semua menangis. Menangisi suatu kerja keras selama 3 bulan yang berakhir begitu saja, sia-sia begitu saja, lalu juga menangisi mengapa momen yang seharusnya menjadi kenangan terindah ketika kita di masa SMA harus berakhir begitu saja, malahan dengan penuh kekecewaan.

Wali kelas kami, Pak Arif Sartono, hanya bisa diam melihat kejadian dimana hampir seluruh anak kelasnya menangis dan marah-marah karena kekecewaan.

Aku, yang biasanya sangat sulit untuk menangis, lebih tepatnya, tidak suka menangis di depan orang lain, dengan mudahnya menitikkan air mata pada saat itu. Awalnya aku hanya menangis biasa, menangis kecewa. Lalu ketika Suster datang dan mengatakan suatu hal yang membuat kami semua sakit hati, air mataku itu berubah, dari sebuah air mata kekecewaan menjadi air mata kemarahan. Aku sampai tidak bisa mengntrol diriku sendiri. Aku menggebrak meja, memukul-mukulnya berkali-kali, sungguh aku benar-benar tidak bisa mengontrol diri seperti itu. Aku, yang mungkin memang mempunyai sifat dasar pemarah, hari itu benar-benar mengeluarkan segala sifat yang aku kubur dalam-dalam di Santa Ursula. Seumur hidupku, mungkin itu adalah kemarahanku yang terbesar yang aku perlihatkan kepada orang lain. Dengan begitu cepat, semua bagaikan film yang diputar kembali di otakku, seperti peran Arron Yan dalam Pi Li MIT yang akan memulai putaran sebuah film di otaknya ketika penyakitnya kambuh. Film itu dimulai ketika anak kelas XII Bahasa mulai masuk ke kelasku pada jam perwalian, lalu Puput dan Quincy mulai menuliskan konsep kelas masing-masing di papan tulis, yang ternyata, secara tak disengaja, telah memiliki konsep yang mirip. Lalu film itu skip ke saat dimana Dhanika menjelaskan di depan kelas mengenai konsep dekor briliantnya, beserta closing memukau yang sangat kami nantikan. Film berlanjut ke masa dimana saat jam kosong, istirahat, Kembang Gula, kami semua terus-terusan memotong-motong kertas-kertas itu. Terlihat jelas dalam film itu, gambaran kejadian pada saat Bertha mengajak aku dan Anas memotong-motong kertas itu saat pulang sekolah. Film terus berputar, sampai ke hari H-1, di saat semua tampak begitu senang ketika rencana yang dibuat selama 3 bulan itu bisa dijalankan dengan lancar. Aku tidak pernah menyangka sebelumnya, bahwa akhir dari film itu malah seperti ini.

Namun, yang ingin aku katakan adalah, cerita ini adalah sebuah cerita mengecewakan yang happy ending. Aku mendapatkan berbagai makna dari kejadian ini.

Makna yang pertama adalah ternyata kekonyolan seseorang yang kesehariannya dianggap tak berguna, akan sangat berguna di saat seperti ini. Yang aku maksudkan adalah guru wali kelasku, Pak Arif. Beliau yang kesehariannya kalau sedang menjelaskan pelajaran fisika yang sesungguhnya ilmu pasti bisa lari ke sejarah, atau lari ke sebuah cerita konyol yang akan membuat orang tertawa bukan karena ceritanya, namun kekonyolan beliau, hari itu menjadi penghibur besar bagi kami. Saat semua sedang sedih, beliau yang dari tadi akhirnya mengeluarkan suara.

Selama saya 20 tahun berada di sini, memang sudah dua kali kejadian seperti ini terjadi. Yang pertama masalah nilai, lalu yang kedua masalah misa, yaitu misa kalian. Kalau soal kejujuran yang dituntut Suster tersebut, kalau saya diminta pendapat, saya juga akan berkata kalau kejujuran itu penting. Seperti saya, saya seringa sekali dimarahi istri saya karena saya suka terlambat ke gereja…


Para pembaca, apakah ada yang menangkap maksudku? Ya, maksudku menghibur adalah kekonyolannya yang sesungguhnya tidak ada hubungan dengan topik, namun bisa mengahdirkan sedikit gelak tawa anak-anak yang sedang tenggelam dalam lautan kekecewaan.

Makna kedua adalah makna dimana kita harus bisa menghibur diri sendiri, karena memang tidak semua hal di dunia selalu berjalan dengan lancar. Aku tidak rela semua ini berakhir dengan kekecewaan. Aku tak henti-hentinya menyesali waktu yang telah pergi, yang tak akan pernah lagi menghadirkan momen yang pas untuk kami seperti ini lagi. Tapi seperti yang dikata Ibu Pandiangan, ini tidak akan selesai kalau kami tidak berdamai dengan diri kami sendiri. Setelah kejadian ini, aku mulai mengerti bagaimana perasaan seseorang ketika jerih payahnya tidak dihargai, dan kejadian ini membuatku mengetahui kalau aku jangan sampai membuat orang lain merasa seperti ini, jadi intinya, aku harus bisa menghargai orang lain.

Makna ketiga adalah kebersamaan. Belum pernah sebelumnya aku merasa begitu akrabnya dengan teman-teman di kelas XII IPA 3, kelasku yang “Baru”. Aku belum merasa begitu memiliki kelasku seperti yang aku rasakan di tahun keduaku, di kelas XI IPA 2. Tapi kejadian ini membuatku lebih mengenal teman-teman sekelasku, beserta anak-anak kelas XII Bahasa. Kebersamaan itu benar-benar aku rasakan khususnya pada saat akhirnya segala jerih payah kami yang sesungguhnya tidak rela diturunkan begitu saja akhirnya diturunkan. Kami bermain-main dengan potongan-potongan kertas itu. Melempar-lemparinya ke segala arah, ke siapapun, tidak peduli itu teman sekelas atau bukan, tidak peduli itu teman dekat atau bukan, yang ada dalam hatiku saat itu, atau mungkin hati kami semua, adalah keceriaan dalam kebersamaan yang mungkin takkan pernah terulang lagi.

Tidak ada pihak yang disalahkan dalam kejadian ini. Bahkan kalau kita kihat dalam segi positifnya, malah terlalu banyak kata terima kasih yang harus dilontarkan. Terima kasih kepada Pak Arif yang telah memberikan bimbingan dan hiburan yang sangat penting bagi kami, juga kepada Mam Yuli yang juga merupakan pembimbing misa kami, kepada Pak Mardi dan Bu Cecil yang sebenarnya juga merupakan pembimbing kami, kepada anggota Greenlite yang mau senantiasa berlatih setiap hari menjelang misa demi kelancaran misa kami, kepada om Alfa yang mau memberikan bimbingan terbaiknya kepada Greenlite sehingga mereka tampil dengan baik pada misa kami, kepada Ibu Pandiangan yang telah mengajarkan kami bagaimana menghadapi situasi seperti ini, kepada Ibu There dan Ibu Yustin yang bersedia jam pelajarannya diambil demi kami yang ingin menuntaskan apa yang belum tuntas, kepada Romo Noel yang mau menghadiri misa kami, kepada Suster Moekti yang mungkin bisa aku umpakan sebagai jelmaan Tuhan yang datang memberi cobaan kepada kami dan menyisakan makna mendalam yang tidak semua anak di SMA Santa Ursula bisa mendapatkannya, lalu yang terkhir dan yang paling special adalah ucapan terima kasih kepada semua teman-teman XII IPA 3 dan XII Bahasa. Semoga kejadian ini juga membawakan makna mendalam bagi kalian semua dan akan sangat berguna untuk bekal kita di masa depan. SEMANGAT TEMAN-TEMAN!!

Tuesday 11 November 2008

Tuan Putri, Bukan Tuan Putri

Mungkin tak pernah disebutkan dalam artikel-artikelku sebelumnya, bagaimana pribadiku yang sesungguhnya. Yah, bukan tidak mau, atau tidak terpikirkan, tapi karena memang aku tidak tahu sesungguhnya aku ini bagaimana.

Aku seorang anak perempuan yang bersekolah di sebuah sekolah perempuan, tempat dimana seseorang akan dilatih sebagai seorang perempuan yang utuh. Namun banyak hal yang terjadi di sini. Tidak selalu semua murid di sini adalah benar-benar perempuan. Ada yang kemayu, feminism, perempuan macho, sampai ke tomboy. Aku? Ini dia. Aku tidak tahu golongan mana diriku ini bisa dimasukkan.

Rambutku panjang dan wajahku seratus persen perempuan. Bahkan ada yang berkata kalau wajahku ini menunjukkan kalau aku adalah seorang perempuan yang lembut. Keinginan memendekkan rambut selalu aku pikirkan berulang kali. Lagi dan lagi, sampai akhirnya tak kulakukan karena takut tidak cocok. Yah, aku masih seperti perempuan biasa, yang menyukai kecantikan, apalagi untuk diri sendiri. Lalu aku juga menyenangi warna yang biasa dipakai anak perempuan, warna pink. Aku menyenangi pernak-pernik yang indah, selayaknya anak perempuan lain. Itu membuat aku di kalangan teman-teman sanggar tariku sempat menyebut aku sebagai salah satu perempuan terfeminim di sanggar itu. Apalagi setelah aku beranjak dewasa, karena ada kakakku, selera berpakaiankupun tidak terlalu jauh dari kata modis.

Tapi apa memang aku se-perempuan itu? Haha, jawabannya, tidak tahu. Setiap hari di sekolah, dengan seragam yang ukurannya sangat besar dan lengan kepanjangan, tampaknya aku sedikit “laki-laki”. Aku suka melipat sedikit lengan baju bagian atasku seperti preman. Langkah kakiku besar-besar dan aku tidak begitu bisa disuruh melangkah dengan perlahan, karena aku terbiasa berjalan cepat. Aku suka duduk dengan satu kaki diangkat ke atas, baik di sekolah maupun di rumah. Cara menulis yang terenak bagiku adalah satu tangan diletakkan di belakang (karena kebetulan aku duduk paling belakang). Cara makanku agak slengean dan cepat, tidak tahan makan lama-lama. Caraku menumpukan kaki lebih mirip laki-laki daripada perempuan. Aku kurang menyukai memakai parfum atau alat lain yang dipakai anak perempuan untuk kecantikan diri. Aku tidak akan memakainya kalau bukan karena tuntutan keadaan (pementasan tarian). Terkadang cara berpikirku agak seperti laki-laki juga.

Bukan hanya itu keanehan yang membuat aku tidak tahu sesungguhnya aku masuk golongan yang mana. Aku memang sedikit berjiwa laki-laki dan bersikap sedikit seperti laki-laki. Tapi aku akan berubah feminim selayaknya tuan putri apabila sedang berpergian dengan pakaianku yang sedikit modis (untuk perempuan). Aku akan berusaha menjaga cara makanku (meskipun tidak sepenuhnya) agar tidak slengean. Maskara, satu-satunya kosmetik yang aku senang memakainya, selalu aku pakai di kala tengah berubah menjadi tuan putri tersebut. Anting dan kalung yang berimage manis selalu tidak lupa aku kenakan. Sebisa mungkin aku memakai sepatu berhak agar kelihatan lebih feminism lagi. Itu bukan tuntutan, juga bukan dorongan. Tapi keinginan dari diri sendiri saat berpergian. Namun dalam keseharianku yang dominant, aku perempuan tomboy yang kasar, seperti anak laki-laki slengean.

Singkat kata aku ini seorang perempuan yang tomboy dalam kehidupan sehari-hari, tapi feminism pada saat tertentu. Jadi, aku tak selamanya pria, dan tak selamanya tuan putri.

Tuesday 4 November 2008

Muncul Lagi

"Eh, eh, loe kenapa di sana? Bukannya tadi loe duduk sebelah gua?"

"Barusan pindah koq.."

"Kenapa pindah?"

"Males aja.."

"Terus koq tangan gua sakit yah, tapi sebelah mana ya yang sakit?"

"Oh, nggak koq, tadi ketusuk pensil gua, tangan sebelah situ tuh kalau nggak salah.."

Yah, begitulah keadaannya. Keadaan yang aku sudah sangat terbiasa, jadi kalau muncul aku hanya akan biasa saja. Dia muncul lagi, yah, kemarin. Sehari sebelum artikel ini dipost.

Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku sudah terbiasa dengan ini semua. Tapi terkadang kalau dipikir-pikir, agak aneh juga. Aku tidak pernah terpikir kalau aku akan bisa mengalami hal yang semula hanya akan aku alami sebagai pembaca komik "Marrionette" atau sebagai penonton setia "X-Family". Kali ini, pertama kali dalam hidupku, aku harus berhadapan dengan situasi yang semula ku kira hanya ada di dunia khayal.

Mungkin yang membaca artikel ini akan sedikit bingung sebenarnya situasi apa yang sedang aku ceritakan tapi artikel ini hanya dituliskan sekedar menuangkan perasaan. Jadi, sebuah rahasia yang harus dijaga tetap saja ku jaga, dan aku usahakan untuk selama-lamanya sebagai penjaga rahasia yang baik. ^-^

Wednesday 29 October 2008

Yang Ini, Yang Itu

Suatu masa yang pasti di mata orang-orang tak ada apa-apanya
Namun bagi diri ini terlalu ada apa-apa
Yang orang-orang pikir ini sesuatu yang kecil
Bagi hati ini, terlalu, terlampau besar

Hal itu terjadi
Di suatu waktu
Di suatu tempat
Tak ada apa-apanya, kata mereka
Tapi itu menyakitiku
Membuatku tenggelam dalam lautan bimbang

Lalu lagi-lagi ada yang terjadi
Di suatu waktu, yang lain
Di suatu tempat, yang sama
Hal itu ada di masa lalu
Lalu pergi meninggalkanku
Lalu datang kembali
Sekarang, di sini

Aku tak berani berharap
Tak berani bergembira, apalagi berbahagia
Karena hal yang dulu itu telah kembali
Hal yang menyenangkanku
Yang ku inginkan

Aku tak berani
Karena aku tak tahu
Mana sesungguhnya yang merupakan kenyataan
Mana sesungguhnya yang menjadi jawaban waktu

Bisa yang ini
Bisa yang itu
Takkan ada yang tahu apa yang diinginkan Sang Waktu

Namun tak apa
Apapun itu, tak apa

Bila San waktu benar-benar memilih yang ini
Aku akan senang
Bahagia
Menari-nari seolah sedang di surga
Lalu berterima kasih
Atas apa yang dijawabnya
Untukku

Tapi bila dia memilih yang itu
Aku tak akan kenapa-kenapa
Karena aku telah ketahui segalanya
semua jawaban dan alasan yang ada
Dengan demikian aku takkan sedih lagi
Karena rasa penasaran tak terhingga dalam hati
akibat perubahan masa

Aku tak akan kenapa-kenapa lagi sekarang
Aku akan baik-baik saja sekarang
Juga untuk seterusnya
Selamanya..

Sunday 19 October 2008

Geng Gila

Kamis, 2 Oktober 2008
Saya Wueitz! Wueitz! Ia! Giilllleeee cuy, jago bener! Ia! Ia! YAAAHHHHH, jato juga akhirnya!!! T.T
Zidane Nonton apa sih loe, kodir, seru amat kayaknya?
OJM Ia nih, kodir, ampe segitunya loe?
Saya Nonton aja sendiri, TV juga di depan mata loe kan? Ia! Waduh cek, kalo udah ketuaan nggak usah ikut deh, hahahahahaha!
Tiba-tiba datang sebuah suara yang dari tadi tak terdengar..
Valen Wuede!!! Wuede!!! Iaaaa!!! Yah jatoh deh kan!
Karena merasa ada yang mengikut, aku semakin seru..
Saya Aduh cek, pake baju panjang gitu gimana mau maennya coba!! Ampun deh saiaaaa…
Zidane Eh cakep yah cowoknya, haha, mirip Dius..
Semua
Neeehhh? YA NGGAK LHA, LOE UDAH GILA YA!!
Saya Udah2, ayo nonton lagi. Seru nih, dari tadi nggak ada yang bisa lewatin session ini!
Semua
IIIIAAAAAAA………… AAAARGGGHHHHH!
Valen Bener-bener nggak ada yang bisa lewat tuh, jurang kematian..
Semua Hahahahahahahahahahaha..
Dolly Adoeh, gua nggak nerti apa-apa nih.. T.T

Begitulah suasana yang terjadi di Jalan Angke Indah, rumah seorang gadis lebay bernama Ervina Nengsy yang lebih akrab dipanggil Zidane. Di hari itu, sedang berkumpul para anak-anak gila siswa SMP Tri Ratna yang satunya kini meneruskan sekolahnya di SMK Ketapang, lalu satu di SMAK 2 Penabur, dan satunya lagi di SMA Santa Ursula, lalu sisanya tetap meneruskan ilmunya di SMA Tri Ratna. Kami selalu memanfaatkan waktu liburan yang bagiku (siswi SMA Santa Ursula) dan mereka (siswi SMA Tri Ratna) yang jarang mendapatkan hari libur. Segala kegilaan terbesar di dunia tampak selalu melekat di hati masing-masing di kala para anak-anak gila seperti kami berkumpul bersama.

Sabtu, 18 Oktober 2008
Zidane Eh, ada yang makanannya belum dateng, bego. Itu si Indira. Parah loe, belum dapet makan udah nggak nafsu duluan!!
Friska Kodir, loe masih ada nafsu makan?
Saya Ya ada lha, gua mah mau loe ngapain juga gua bakal terus ada nafsu makan selama itu berhubungan dengan makanan, gratis pula! He9x..

Yah, itulah suasana di Solaria Gajah Mada Plaza ketika Vallencia Ilona merayakan ulang tahunnya yang ke-17 dan mentraktir kami semua (meskipun kurang satu orang, Dolly).

Dari dulu sampai sekarang tetap tidak berubah. Aku sampai sekarang belum berubah pandangan kalau teman terbaikku seumur hidup adalah mereka. Haha, siapa lagi kalau bukan mereka, teman yang selalu membuat tertawa di kala sedih dan membuat gila di kala senang. He9x..

Dolly si dodol lipet yang lemot bukan main dan sudah pasti tidak ada saingannya di dunia. Pikiran yang kadang kekanak-kanakan membuatnya lebih lemot dari yang terlemot dan kadang membuat orang bingung bagaimana cara menghadapinya.
Friska si bule jerman jenius yang semenjak rambutnya dibonding menjadi tidak terlalu bule lagi kelihatannya. Luarnya yang kelihatan pendiam dan lemah-lembut selalu membuat orang lain kaget setengah mati ketika dia berteriak dan bawel-bawel seperti yang selalu dia lakukan kalau berkumpul dengan kami.
Elizabeth si pohon yang selalu menjadi bahan tertawaan karena rambutnya yang kribo. Yang membuat orang selalu senang mengatainya adalah reaksinya yang selalu berubah-rubah ketika orang-orang mengatainya.
Zidane si Lebay sepanjang abad yang suka menceritakan hal-hal yang tidak biasanya diceritakan orang-orang dan mengocok perut setiap orang karena kekonyolannya.
Valencia si mateks yang hanya selalu “Iya” setiap saat. Dunianya masih terus hitam sebelum masuk SMA (pakai baju hitam terus).
Susanti seorang anak dari ahli akupuntur yang heboh setiap saat. Tidak peduli kapanpun itu, entah itu saat dia bicara, tertawa, tidur, bahkan menangis, akan selalu heboh, sekarang dan selama-lamanya.
Novita si tukang bisnis yang barang dagangannya bermacam-macam dan berganti-ganti setiap saat. Bisa dikatakan dia adalah si Miss CiPe (Cina Pelit) Tri Ratna. Namun si tukang bisnis ini akan berubah menjadi seseorang yang super berbeda ketika berhadapan dengan boneka lumba-lumba kesukaannya.
Ester yang juga pendiam dari luar lalu ternyata sangat bertolak belakang dari dirinya yang sesungguhnya.

Mereka-mereka inilah yang justru kegilaannya selalu menjadi penghibur di kala duka. Aku selalu senang kalau liburan tiba yang menandakan kalau aku bisa berkumpul dengan para anak-anak gila itu.

Friends Forever, teman-teman!! ^^

Saturday 4 October 2008

Nekad

Aku mungkin akan dikata semua orang sebagai manusia paling nekad. Mengambil jurusan musik dengan porsi didikan yang baru berjalan 3 bulan bukanlah hal yang biasa. Aku sangat nekad, menurut orang-orang.

Di kala seluruh universitas musik berisi orang-orang yang telah menyentuh musik sejak usia 6-7 tahun, di kala universitas itu berisi anak-anak yang telah mampu memainkan ribuan lagu dengan lancar, aku, seorang gadis yang belum bisa apa-apa, bahkan Ballade Pour Adeline pun belum bisa lancar ku mainkan dan Inochi No Namae pun masih ada 2 lembar dari pertitur yang belum bisa aku mainkan sama sekali, aku nekad mencari universitas yang mau menerima siswa tanpa ijazah dan hanya mengandalkan audisi. Haruskah aku meneruskan cita-cita yang kelihatannya mustahil itu? haruskah seseorang melepas impiannya yang sesungguhnya sudah tertanam sejak kecil namun tidak bisa dididik dari kecil karena tak punya biaya dan tak adanya persetujuan orang tua? Haruskah sebuah cita-cita yang di kata orang "mulia" itu kandas di tengah jalan hanya karena sesuatu yang bukan salahku?

Sungguh, apapun itu, aku benar-benra tidak rela melepasnya. Karena sesungguhnya, musik itu hidupku..

Friday 3 October 2008

Takkan terulang

Aku tidak mengerti mengapa semua begitu menyebalkan. Bukannya iri atau bagaimana, tapi jujur aku merasa ini tidak adil untukku. Kakaku terlahir di suasana keluarga yang sangat berkecukupan. Dia bisa dibilang bagaikan "Tuan Putri" yang tidak pernah hidup kekurangan. Ke sekolah diantar dengan mobil, makan makanan enak setiap hari sepuasnya, uang jajan yang selalu akan bisa ia tabung tanpa harus diambil kembali oleh orang tua yang telah memberi, menyukai ballet lalu dia akan bisa kursus ballet, menyukai piano lalu dia bisa belajar piano, dan seterusnya, dan seterusnya. Memang, glori itu hanya bisa didapatnya sampai usia kira-kira 10 tahun, tapi tetap saja, bekas-bekasnya masih ada. Setidaknya dia bisa melanjutkan kursus pianonya sampai tingkat 8 dan menghentikannya begitu saja karena melanjutkan kuliah di luar. Setidaknya dia adalah seorang penari ballet sampai kelas SMP. Setidaknya dia sekolah di sekolah ternama di Medan dengan biaya murah tanpa harus memohon pengurangan biaya. Semua asal mula kata setidaknya itu semata-mata hanya karena dia lahir pada tahun 1980 dan tinggal di Medan sampai usia 17 tahun.

Kalau aku lihat ke masa lalu, segalanya itu menjadi menyebalkan. Andaikan ayahku tidak bangkrut dan pindah ke Jakarta waktu aku usia 3 tahu, aku akan mendapat pendidikan yang sangat baik dari kecil tanpa harus memikirkan biaya karena sekolah di Medan itu tidak mahal biayanya biarpun di sekolah paling unggulan sekalipun. Lalu andaikan aku disana aku pasti akan seperti kakakku, dari usia 8 tahun sudah menyentuh musik. Aku juga bisa seperti dia, kursus ballet sejak tubuhnya masih lentur. Tapi aku?

Aku tinggal di Jakarta, karena tak punya uang aku hanya bisa sekolah di sebuah sekolah dekat rumahku yang uang sekolahnya hanya 30000 rupiah saat aku kelas 1 SD. Kesenangan terpendam karena bisa kursus bahasa inggris dan mandarin di usia 7 tahun muncul begitu saja karena aku mengira aku tidak seperti anak lain yang bisa kursus apapun sesuka hatinya. Aku mulai bergaul dengan teman-teman viharaku di usia itu, namun aku berbeda. Aku menumpang mobil pamanku di saat teman-temanku naik mobil pribadi ke vihara. Aku dengan kebetulan bisa kursus vokal karena ada orang baik yang menasehati ayahku untuk mengikutkan aku pada kursus itu berhubung aku sangat suka bernyanyi. 3 tahun aku memohon pada ibuku agar bisa kursus biola dan keinginan itu tercapai setelah aku kelas 2 SMP. Keinginan yang sudah lama sekali terus muncul dalam benakku, untuk kursus piano, setelah piano itu telah dipindahkan ke rumahku, namun orang tuaku hanya berkata "kursus piano itu mahal". Lalu di saat aku benar-benar menyadari apa yang menjadi mimpi dan cita-citaku, semua terlambat.

"Guru musik bagi orang cacat", itu cita-citaku yang sangat mulia bagi teman sekolahku, Debby. Namun untuk mencapai itu aku tak yakin aku bisa. Aku tidak ragu kalau aku punya kesabaran yang tiunggi dalam mengajari orang, terlebih lagi orang cacat. Tapi aku tidak tahu bisakah aku menjadi guru musik untuk mereka (orang-orang cacat), apdahal untuk mnegejarnya pun aku sudah terlambat. Aku harus kuliah jurusan musik. Tapi aku tidak bisa, tak ada perguruan tinggi yang mau mendengarkan permainanmu kalau kau bukan siswa yang telah tamat grade 8 ABRSM. Mereka tidak akan pernah percaya pada kemampuan seorang siswa yang hanya grade bawah, apalagi orang yang baru menyentuh kursus piano 2 bulan sepertiku.

Aku tidak diijinkan untuk kursus piano, maka dari itu kegemaranku pada piano hanya bisa ku salurkan dengan otodidak saja. Lalu saat kakakku mengetahui kalau aku sesungguhnya ingin kuliah major piano, dengan percaya diri dia katakan kalau aku harus mengejar, agar aku bisa kuliah. Awalnya, karena kakakku dulu juga pernah menggeluti bidang musik, aku percaya saja kalau aku bisa mengejarnya. Tapi sekarang aku mengetahui, seberapa giat aku mengejar itu, selama aku bukan siswa grade 8, aku akan terus kesulitan untuk mencapai cita-cita itu.

Kalau saja aku tidak ikuti kata-kata pamanku untuk sekolah di SMA Santa Ursula, dan kalau saja aku tidak mengikuti kata-kata ibuku untuk masuk jurusan IPA, lalu mengikuti kata hatiku untuk masuk jurusan Bahasa, aku pasti punya banyak waktu untuk mengejar semua itu, biarpun aku tetap tidak punya ijazah emas itu, tapi setidaknya aku bisa saja memperlihatkan permainanku yang bisa ku banggakan. Tapi waktuku tersita hanya untuk mempelajari hal yang tidak akan pernah berguna bagiku di masa depan nanti.

Aku terkadang berkata dalam hati. Ini tidak adil. Orang tua dan kakakku memaksaku harus bisa mengejar dan memperlihatkan pada mereka sebuah permainan piano yang bisa dikagumi. Tapi mereka jugalah yang melarangku masuk jurusan yang seharusnya lebih membantuku untuk mengejar impian itu. Ibuku hanya bisa memasang tampang prihatin saat orang-orang dari universitas manapun berkata tidak bisa padaku saat aku katakan aku belum pernah mengikuti ujian apapun. Kakakku hanya bisa berkata "Mengejar grade 6 dan 7 itu perlu 4 tahun, mana bisa hanya dalam waktu 5 bulan saja". Lalu ayahku hanya bisa berkata "Siapa suruh kau tidak mau kursus piano dari awal?"

Astaga..

Aku kesal..

Apa-apaan mereka..

Mereka yang melarangku untuk kursus. Mereka yang tidak mau aku kursus piano. Mereka yang mau aku mnegikuti kata-kata mereka. Tapi sekarang? Mereka salahkan aku kembali. Seolah-olah keterlambatanku belajar musik adalah salahku sendiri.

Tapi tetap saja aku tidak bisa katakan apa-apa. Tidak ada gunanya salahkan mereka. Semua tidak akan kembali. Tidak akan pernah kembali. Waktu tidak akan pernah terulang kembali. Takkan mungkin terulang kembali.

Saturday 27 September 2008

Aku Yang Sekarang

Again, aku kembali ke situasi yang aku tidak suka. Ya, memang ini adalah situasi yang terlah terjadi selama beberapa bulan belakangan ini. Tapi dua hari kemarin aku seolah diyakinkan kalau aku kemungkinan akan terbebas dari situasi ini dan kembali ke masa yang dulu, masa yang ku sukai, dimana aku miliki segalanya baik itu cinta, persahabatan sejati, dan kehangatan keluarga. Tapi ternyata aku salah. Salah besar.

Dua hari kemarin seolah menunjukkan padaku kalau persahabatanku dengan sahabatku yang kini seperti dibatasi oleh jurang besar seolah akan mulai membaik lagi. Aku kira keberadaanku bisa diakui lagi olehnya, setelah belakangan ini dia seolah tak pernah mengenalku. Semua pikiranku tentang dia belakangan ini, misalnya pikiran bahwa dia adalah orang mati rasa yang akan melupakan sahabat lamanya ketika menemukan sahabat baru yang menurutnya jauh lebih baik, atau pikiran bahwa dia adalah seorang pikun yang melupakan teman sejolinya yang dulu selalu menjadi tempatnya menceritakan segala isi perasaan, atau juga pikiran bahwa dia orang jahat yang akan membuang begitu saja teman yang menurut dia tidak berguna lagi ketika dia temukan teman yang baru, yang lebih berguna untuknya, tiba-tiba hilang begitu saja, dan yakin kalau dia memang sahabatku yang aku kenal. Tapi itu hanya berlangsung selama dua hari. Pada hari ini, dia kembali menjadi dirinya yang semula. Bukan lagi sahabatku yang akan selalu ingat padaku di kala ketidak-enakan melanda hatinya. Bukan lagi sahabatku yang akan selalu serius mendengarkan masalah-masalahku dan menjadi pendengar yang baik. Bukan lagi sahabatku yang mau tahu tentangku, apakah aku tengah baik, atua buruk. Juga bukan lagi sahabatku yang akan mengingat bagianku ketika dia mengambil sesuatu. Dia yang sekarang tetap saja dia yang sekarang, dia yang telah berubah.

Terlalu banyak yang berubah. Dia, sahabatku itu, adalah contohnya. Dia dingin, dia bertampang pendendam, dia tidak peduli, bertolak belakang dari sifatnya yang dulu. Dia berubah, tapi hanya padaku. Bagi yang lain dia masih saja dia yang dulu. Takkan ada yang akan katakan kalau dia berubah, karena perubahan itu hanya aku yang mengalami.

Semua hanya terjadi padaku. Dia berubah, begitu juga sang kakak. Sang kakak yang selama 11 tahun tidak pernah benar-benar aku kenali, lalu tiba-tiba berada di sisiku dan mendadak akrab denganku. Semua wejangan akan ia lontarkan, kalau aku ceritakan perbuatanku yang ternyata salah. Dia mau tahu tentangku, karena dia sangat perhatian pada adiknya. Namun kini tidak lagi. Sang kakak tidak ada bedanya dengan sahabatku itu. Mereka bersifat sama, dan berubah sifat pada momen yang sama. Meskipun alas an sahabatku yang tiba-tiba berubah sikap padaku tak dapat ku jelaskan, tapi untunglah aku mengetahui alasan kakakku begitu. Itu membuatku lebih lega, jauh, karena aku jadi tidak harus bertanya-tanya terus, “kenapa sih dia begitu?”


Aku tidak akan pernah berharap apapun lagi. Setelah semua ini, hatiku juga ikut berubah. Aku bukan lagi orang yang menjunjung tinggi persahabatan dan keharmonisan lagi seperti dulu. Terlalu banyak yang terjadi, yang membuat hatiku kini menjadi sekeras baja. Semua yang membuatku sedih ini tidak bisa membuatku menangis. Aku tidak akan pernah percaya siapapun lagi sekarang. Persahabatan bagiku kini hanya ku pandang sebagai warna dalam hidup dan aku jamin seratus persen, bila lagi-lagi aku harus kehilangan persabatan lagi aku tidak akan bagaimana. Sekali saja sudah cukup untuk merubah sebagian besar dari diriku. Agar aku tidak mengalami lagi hal yang sama, aku lebih memilih untuk tidak percaya lagi. Apapun itu, yang aku percaya kini hanyalah diriku sendiri.

Kalau nanti suatu saat ada yang bertanya padaku mengapa aku begini, dan yang melontarkan pertanyaan itu adalah orang yang berhubungan dengan segala hal yng membuat aku jadi begini, aku hanya akan menjawab “Apa yang terjadi di masa lalu tidak akan pernah bisa diperbaiki, dan dampak dari apa yang terjadi di masa lalu juga akan sangat sulit untuk dirubah.”

My Poem : Wo Chun Zai

Wo kai shi dong, ke mei ren zhi dao
(Aku bergerak, tak ada yang menyadari)
Wo kai shi zhan, ke mei ren kan jian
(Aku berdiri, tak ada yang menengok)
Wo kai shi zou, ke mei ran ting jian
(Aku berjalan tak ada yang mendengar)
Wo kai shi pao, ke mei ren cai
(Aku berlari tak ada yang menggubris)
Wo suo zuo de yi qie dou mei ren zhi dao
(Apapun yang aku lakukan, tak ada yang tahu)
Ye mei ren xiang zhi dao
(Tak ada yang ingin tahu)

Ran hou wo kai shi han
(Lalu aku berteriak)
Ke mei ren hui da
(Tak ada seorang pun yang menjawab)
Ye xu ta men ting de dao
(Mungkin mereka mendengar)
Ke ta men bu xiang cai wo
(Tapi tidak mau menengok)
Yin wei ta men jue de bu zhong yao
(Karena mereka merasa itu tidak penting)
Wo shi bu zhong yao de
(Aku ini tidak penting)
Zhi neng ma fan bie ren
(Menyusahkan saja)

Bu tian le jiu dei diu
(Habis manis sepah dibuang)
Ke neng na jiu shi ta men gei wo de ying xiang
(Semboyan itu yang mereka berikan padaku)
Yin wei ta men zhi neng zai xu yao wo de shi tao hao wo
(Karena aku hanya akan dibaiki ketika dibutuhkan)
Ran hou zai bu xu yao de shi hou diu xia wo
(Dan ditinggalkan begitu saja ketika sudah tidak dibutuhkan)

Chuan
(Letih)
Lei
(Lelah)
Sheng qi
(Kesal)
Bu yao le
(Tak mau lagi)
Wo hao xiang yi ge ben dan de ren
(Aku seperti orang bodoh)
Tai ben
(Terlalu bodoh)
Suo yi cai yao cheng zu
(Sampai mau bertahan)
Ti na xie bu yao li wo de ren zhao xiang
(Untuk mereka yang tidak ingin tahu tentangku)


Bu yao le, bu yao
(Tidak lagi, tidak)
Xian zai wo zhi neng zai yuan yuan de di fang kan zhe
(Sekarang aku hanya akan memandang dari jauh saja)
Deng dai
(Menunggu)
Deng dao ta men xu yao wo de na shi hou
(Bila tiba waktunya mereka membutuhkan aku)
Wo cai hui chu xian
(Baru aku akan muncul)

Dang ta men kai xin shi
(Kalau mereka sedang senang)
Wo hui li yuan yi dian
(Aku akan menjauh)
Er bu hui da rao ta men de xin fu
(Dan tidak akan merusak kesenangan mereka itu)

Man man, ke shi yi ding de
(Perlahan tapi pasti)
Ta men hui fa xian, wo de chun zai..
(Mungkin barulah mereka akan menyadari, aku ini ada..)

Friday 26 September 2008

September

Sampai kapan begini terus? Kegagalan terus-menerus datang, seolah susul menyusul hendak memberitahuku, bahwa seharusnya aku mundur saja. Aku tidak mengerti mengapa begini. Apakah memang asas “Orang kaya tetap kaya, miskin tetap miskin” harus berlaku pada orang kecil seperti aku yang ingin menunjukkan kelebihannya yang selama ini tak mau diketahui semua orang? Ini tidak adil.

Aku adalah siswa SMA Santa Ursula yang bernilai standard pada tahun pertamaku disana dan masuk jurusan IPA dengan nilai pas-pasan. Lalu di tahun kedua aku berhasil memenuhi permintaan sekolah, yaitu mencapai nilai 75 untuk 4 mata pelajaran ilmu dewa. Namun aku gagal memenuhinya pada semester kedua.

Aku bertekad membayar hutangku ini di tahun ketigaku. Namun semuanya kembali berjalan tidak lancar, tidak seperti yang aku inginkan. Nilai-nilai mulai hancur, belum sampai waktu dimana rapor mid semester saja, jumlah remedialku sudah mencapai belasan. Nilai-nilai itu bukan harus diremediasi karena nilai 73 atau 74, melainkan karena score yang terlalu jauh dari standard kompetensi. Lalu puncaknya : September.

Aku jamin seratus persen, bulan ini bukanlah bulan keberuntunganku. Malah lebih menjurus ke bulan kesialanku. Di sinilah puncak dimana nilai-nilaiku hancur lebur. Lalu puncak dimana aku menyadari bahwa sahabatku mulai menjaga jarak dariku. Bulan ini juga bulan dimana aku kehilangan salah satu teman yang pernah menjadi teman berbagiku dulu, yang meninggalkan semua orang yang dicintai dan mencintainya di dunia ini, semoga menuju ke dalam ketenangan abadi. Lalu kemudian aku juga harus dihadapi dalam suatu masalah yang seharusnya tidak bermasalah : Retret atau Ujian.

Aku harusnya hadir dalam ujian Associated Broad Royal School Of Music (ABRSM) Violin Grade 3, 18 Oktober nanti. Tapi ternyata jadwal retretku yang seharusnya tanggal 22-25, dirubah menjadi 16-19. Miss. Airin dari Elly Lim Music Studio, lembaga yang mendaftarkanku untuk ujian itu, berkata “Jadwalnya sudah ditentukan dari pihak Inggris. Tidak bisa diganggu gugat.” Kata-kata serupa diucapkan pula oleh Sr. Moekti K Gondosasmito, kepala sekolahku, “Kamu ini non-katolik, retret hanya satu gelombang, jadwal retretmu juga tidak bisa diganggu gugat.”

Astaga! Kalian semua mau membuat aku gila! Yang benar saja! Kakakku yang sangat dingin dan mati ekspresi itu bisa marah-marah kalau tahu aku tidak bisa datang ke ujian seharga 1 juta itu. Aku yakin dia tidak akan biayai pendidikanku sepeserpun lagi setelah ini, padahal aku tidak akan sanggup untuk sekolah atau apapun itu lagi kalau bukan karena sokongan dari kakakku. Tapi peraturan sekolahku sangat-sangat strict sampai-sampai aku hanya boleh memikirkan masa SMA tanpa bisa dengan lancar mempersiapkan untuk kuliahku yang sangat membutuhkan ijazah itu.

Satu hal lagi yang membuat aku sangat kesal. Pada hari ini, rasanya ingin aku marah-marah dan tidak bisa mengendalikan emosi. Kamis, 25 September 2008, aku harus mempresentasikan tentang Indonesia bersama teman-teman kelompokku pada pelajaran kewarganegaraan. Lalu aku juga harus mengikuti dua ulangan remediasi yaitu biologi dan kimia. Di hari itu juga, aku harus datang ke Vista Education untuk mempelajari lebih lanjut mengenai University College Sedaya International, yang seharusnya menjadi tempat tujuanku setelah lulus SMA nanti. Tapi semuanya tidak lancar.

Presentasi Indonesia, yang memaksaku untuk menyalakan internetku sampai 3 jam, lalu menunggu datangnya data-data yang dikirimkan dari teman-teman kelompokku. Aku tidak hanya bertugas menggabungkan data-data dari mereka, seperti yang mereka pikirkan. Data yang masuk padaku masih harus aku olah. Dengan bodohnya, ada data yang aku kira itu sudah selesai, namun sesungguhnya masih harus diolah. Jadilah sebuah presentasi yang hancur di tanganku, dan terasa menyebalkan ketika jerih payahku sampai jam 3 pagi dan menelantarkan dua remedialku itu, masih banyak kesalahan. Presentasi kami ternyata mengandung banyak data penuh kesalahan. Aku sudah sempat kalap, merasa bersalah dan ingin menyalahkan orang yang sepertinya tidak mneghargai pengorbananku bercampur jadi satu. Aku tidak katakana apa-apa, sama sekali, karena tidak ada gunanya. Karena aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan tentangku. Aku juga tidak mau tahu.

Remedial biologi. Awalnya lancar. Namun perlahan tapi pasti mulai bermunculan soal-soal yang sampai maksudnya pun aku tidak mnegerti. Aku yakin, tidak akan mungkin remedial itu membantuku mencapai nilai kompeten.

Aku tidak mau yang ketiga ini hancur. Tapi lagi-lagi terjadi hal yang sama. Di kala tiga teman yang bersama denganku mengikuti remedial berkata “Aku bisa”, aku berkata “Aku bisa tapi jawabanku sama sekali tidak sama dengan mereka”. Seperti yang telah disebutkan terdahulu, aku tidak mendapatkan hasil yang sama dengan mereka.

“Sudah, aku mau pulang, aku lelah.”

Itu yang aku pikirkan. Tapi aku harus pergi ke Vista Education. Lalu dengan pikiran mulai membaik, aku pergi.

Ternyata ini saja bisa membuatku mencapai puncak emosi. Aku diberitahukan kalau syarat yang sekarang tengah aku incar saat ini hanya bisa membawaku ke jurusan Contemporary Music, dan bukan Classical Music seperti yang aku inginkan. Kalau aku memang inginkan jurusan Classical Music itu, aku harus memiliki syarat yang 3 kali lebih sulit dari sekarang. Astaga! Benar-benar mau buat aku gila! Kalau dari awal kau katakana aku akan bergerak lebih cepat dari sekarang. Sekarang baru diberitahu, aku sudah banyak membuang banyak waktu yang berharga hany akarena salah informasi itu!!!

Aku tidak tahan lagi. Aku marah. Sangat marah. Meskipun marah itu, marah terpendam. Aku tidak katakan pada siapapun. Tapi aku benar-benar marah. Sampai aku temukan lagi hal yang tidak lancar seperti sekarang, aku mungkin benar-benar akan marah. Bukan marah terpendam lagi, melainkan marah yang meledakkan dunia.

Di bawah ini, sebuah lagu yang menyatakan kejatuhan yang haruskan dibangkitkan lagi dari kegagalan.

Ying Xiong – Chris Yu

Qi pao, yue guo
Dai shang de chi bang
Bu xiang fei nuo
Cheng gong cha jian er guo

Meng xiang, cheng nuo
Na pa sai bu guo
Bu cheng mi huo
Fang xiang xin ling zhang wo

Fang qi, wo bu hui shuo
Mu guang yong yuan shan suo
Shi bai de ying xiong bu duo
Chao yue shi bu xiu de xuan zhi

Yan lei han shui wo bu hui shuo
Mu guang, dou zai kan zhi wo
Shi bai de ying xiong bu duo
Zhong dian shi yong heng xuan zhi
Rong yi shi meng de yan si

INDONESIAN TRANSLATION
Mulai berlari, terus berlari
Dengan sayap yang menyandang luka
Tidak ingin terbang
Kesuksesan bagaikan anak panah yang melintas

Mimpi dan tekad dalam diri
Membuat tiada segala ketakutan akan kegagalan
Tidak pernah tertipu
Mengarah pada hati nurani dan mulai berpegangan

Menyerah, takkan pernah kukatakan
Pandangan mata selamanya bagaikan bintang yang berkelap-kelip
Pahlawan yang gagal tidak banyak
Menjadi luar biasa adalah suatu hal yang abadi

Air mata dan keringat yang mengalir takkan pernah kukatakan
Pandangan mata itu semuanya mengarah padaku
Pahlawan yang gagal tidak banyak
Hal terpenting adalah pilihan terbaik
Kebanggaan adalah warna dari sebuah mimpi

Thursday 25 September 2008

Apa Yang Terjadi Denganmu?

Aku sungguh tidak mengerti apa yang dipikirkan guru karya tulisku itu. Seorang pribadi yang dahulu selalu aku banggakan sebagai guru terbaik dan tersantai di Santa Ursula, dan menjadi factor pembantu terbesar seluruh anak kelas X untuk masuk ke jurusan yang diidam-idamkan hampir semua orang tua murid : IPA, kini menjadi sesosok guru menyebalkan yang akan selalu memasang tampang bete saat mengajar pelajaran pagi dan hanya kembali normal pada saat pelajaran siang. Dahulu aku tidak pernah takut dikucilkan oleh keluargaku yang turun temurun mahir kimia itu. Aku juga tidak takut di rapor SMA-ku tidak ada satupun nilai yang bisa aku banggakan. Karenanya, dipastikan aku miliki satu pelajaran yang nilainya tinggi.

Tapi sekarang? Dia berubah. Entah karena kami bertemu lagi di waktu dan ruang yang berbeda, sehingga dia terpaksa harus berubah juga. Sekarang pelajarannya itu bagaikan teka-teki untukku. Pada saat belajar aku akan merasa sangat percaya diri. Tapi saat ulangan, dia akan memberikan soal yang menghadirkan kekesalan dan kebingungan karena tak kunjung memudahkan seperti dulu lagi. Aku bingung. Mengapa aku begitu bodoh? Begitu banyak kegagalan di lingkunganku yang baru, termsauk segala hal yang telah berubah.

Tuesday 23 September 2008

Tak Setia Kawan Tapi Baik Hati

Aku sungguh tak mengerti apa yang harus ku lakukan pada sahabatku itu. Aku akui dia cukup untuk membuatku kesal dengan semua jalan pikirannya yang tidak bisa aku tebak. Dia juga membuatku cukup malu dengan mempunyai teman yang kelihatan sangat tidak setia kawan seperti itu. Dia juga membuat aku "capek hati" dengan semua sikapnya itu. Tapi hari ini dia juga buat aku tak enak hati padanya.

Aku harus kumpulkan laporan biologiku hari ini sebelum jam 7 atau aku akan kena "cha kwetiau" lagi oleh si penggemar binatang kuning ke-11 itu. Dengan pasti aku membuat kerangkan laporanku dengan harapan aku bisa cepat selesai dan cepat tidur jadi hari ini aku bisa bangun pagi dan datang pagi untuk print. Tak disangka, kakakku yang kelewat mati ekspresi itu meninggalkan colokan laptopnya di kantor sehingga aku tidak bisa mengerjakan laporan yang seharusnya aku ketik itu. Mulailah aku tenggelam dalam kepanikanku dan aku mulai menghubungi semua teman yang menurutku bisa menenangkan diriku. Pikiran gila datang dari mana membuatku menghubunginya padahal bisa saja dengan sifatnya yang sekarang, yang seolah-olah membenciku.

Lalu dia hanya menenangkanku, seperti yang aku harapkan. Dari semua yang aku hubungi hanya dia yang benar-benar menenangkanku. Ya, tidak heran kalau aku menganggapnya sebagai teman baikku yang paling baik dalam hidupku. Sayangnya, dia tidak merasa begitu.

Ya begitulah. Sampai aku harus ke warnet jam 10 malam ditemani ibuku, demi sebuah laporan sialan. Lalu aku juga bangun pagi-pagi pada hari ini untuk print.

Tidak disangka dalam perjalanan menuju ke ruang multimedia sekolah, aku bertemu dengannya. Seperti yang biasa dia lakukan semenjak kami naik kelas, dia hanya membuang muka bila bertemu denganku, tapi kali ini tangannya bergerak, mengambil sesuatu dari map yang dia pegang.

"Nih, laporan loe"

Hanya itu yang dia ucapkan sembari menyerahkan beberapa lembar yang aku yakini sebagai laporan biologi.

"Astaga, ini adalah dia yang dulu"

Kataku dalam hatiku. Aku benar-benar tidak menyangka. Aku kira sikap dan pandangannya terhadapku sudah benar-benar berubah 100%, meskipun aku tidak pernah tahu kenapa dia berubah seperti itu padaku. Tapi hari ini dia menunjukkan padaku kalau masih ada seperseribu bagian dari dirinya yang dulu masih hidup dalam lubuk hatinya. Dari dulu dia memang seperti itu, kelewat baik pada semua orang. Kalau aku masih berpikir kalau dia adalah sahabatku yang dulu, aku pasti tidak akan katakan apa-apa padanya karena aku tahu apa yang akan dia lakukan. Tapi karena aku berpikir kalau dia tidak akan pedulikan aku, palingan hanya akan menenangkanku hanya karena dia kasihan, aku hubungi dia.

spontan aku bertanya, "loe bikinin buat g?"

"Ga, buat mami loe. Kalau bukan loe siapa lagi sih?"

Balasnya, dengan agak sedikit membentak -- hal yang selalu dia lakukan padaku sekarang.

Bingung bercampur agak kesal tercampur dalam hatiku. Dia tahu aku malam-malam pergi ke warnet hanya untuk mengerjakannya, aku sudah mengerjakannya. Tapi tetap saja dia bersikeras membuatkan padaku. Aku tahu maksudnya baik, tapi aku menyayangkan usahaku yang sudah bersusah payah itu. Tapi aku akan kumpulkan yang telah dia kerjakan untukku. Aku tidak akan menyayangkan usaha sahabatku hanya karena aku memikirkan usahaku sendiri. Tapi, masih larut dalam ketidakpuasan, spontan ketika dia membentak padaku seperti itu aku mencak-mencak.

"Jutek banget sih"

Memang tidak terlalu keras, tapi aku yakin dia tidak tuli seperti aku. Aku yakin 1000% dia mendengarnya. Setelah itu, aku terus-terusan tak enak hati padanya. Mau berkata maaf padanya, yang ada dia hanya akan bersikap dingin dan membuatku semakin bingung untuk mengetahui cara meminta maaf.

Dia memang tidak setia kawan mungkin. Cerita hidupnya yang lalu juga menunjukkan seperti itu, bukan hanya kali ini saja. Tapi dia punya hati. Dia baik. Terlalu baik. Sampai-sampai aku tidak tahu harus bagaimana. Aku ingin tidak terlalu dekat lagi dengannya, karena dia hanya akan bersikap sensi dan dingin padaku, dan membuatku seolah-olah tidak pantas untuk dianggap. Tapi aku tidak bisa memusuhi orang sebaik dia. Pada dasarnya aku tidak pernah bisa menjauhi orang yang oernah jadi teman baikku. Aku bingung. Sungguh bingung. Dekat dengannya hanya akan menyusahkannya karena sifatku yang ceroboh. Tapi menjauhinya aku juga bingung. Karena sifatku yang terlalu menjunjung tinggi persahabatan dan hanya mengenal kata mendekat, tanpa mengenal kata menjauh dalam kamus bahasaku.

Saturday 20 September 2008

Permen Karet

Hari ini si penggemar binatang kuning ke-20 bercerita-cerita padaku. Aku tidak menyangka kalau ternyata di dunia ini, bisa ada beberapa orang yang mengalami hal yang persis sama. Setelah Pendosa Ke-15, ternyata masih ada lagi yang mempunyai kasus sama denganku. Namun, agak berbeda konteksnya.

Katanya, dia punya teman dekat, yang sudah tiga tahun bersahabat dengannya. Tapi sejujurnya, dia lelah dengan persahabatan mereka. Karena sesungguhnya banyak sekali orang yang tampaknya berusaha memecah-belah persahabatan mereka. Lalu mereka itu sama-sama pendiam dan tertutup, sehingga kalau diantara mereka ada yang tidak mengenakan, pasti dua-duanya hanya diam, seperti perang dingin. Aku merasa cerita itu hampir sama dengan yang terjadi padaku dan sahabat karibku itu. Bedanya, dia masih dekat dengan sahabatnya itu. Tapi kalau aku dan sahabatku, tampaknya tidak demikian.

Aku menceritakan banyak hal padanya. Lebih tepatnya, tentang aku dan sahabatku. Lalu dia bertanya padaku,

“Sebenarnya tidak apa-apa atau ada apa-apa kalau aku dekat denganmu? Memang kita sudah kenal sejak dulu, tapi kan kita baru dekat sekarang, apa tidak apa-apa sama sahabatmu itu?”

Aku bingung menjawabnya. Lalu aku yang biasanya tertutup mulai mengatakan yang sebenarnya.

“Ya tidak apa-apa. Kalau mau aku katakan yang sebenarnya, sahabatku itu dulu yang menjaga jarak dariku, baru kau dekat denganku.”

Hanya kata “Oh” awalnya yang diucapkannya. Tapi tidak berapa lama setelah itu dia katakan lagi.

“Kenapa ya bisa begitu. Pantas saja, si penggemar binatang kuning ke-17 pernah bertanya padaku, mengapa kau dan sahabat karibmu itu sudah tidak dekat lagi.”

Bukan hanya si ke-17 yang bertanya begitu. Sesungguhnya banyak. Yang paling sering makanya bisa aku ingat (berhubung ingatanku sangat-sangat buruk), adalah si penggemar ke-6. Bahkan pertanyaannya lebih ekstrim lagi. “Kenapa sahabatmu itu menjauhimu sekarang?” dan satu pertanyaan lagi yang terlontar ketika aku menghampirinya, yaitu “Merasa dicuekin?”. Haha, aku tidak tahu harus menjawab apa. Hanya saja, aku tidak mau ada yang berpikiran buruk baik tentang aku, maupun tentang sahabatku.

Kemudian aku ceritakan pada si penggemar ke-20 itu, tentang sifat dan karakter sahabatku. Mungkin saja dia itu kalau punya teman baru agak kesulitan untuk nyambung lagi sama teman lama. Jadi ya begitulah. Itu juga bisa dibuktikan kalau kita tinjau masa lalunya. Apalagi dia tipe orang yang mudah terpengaruh. Yah, beginilah jadinya.

“Andaikan aku bukan seorang manusia, tapi hanya seekor lalat, pasti tidak akan mengenal hal-hal seperti ini.”

Begitulah kata-kata yang terlontar dari mulut si penggemar ke-20. Haha, ia, betul juga kalau dipikir-pikir.

Lalu dalam hati, aku menyimpukan sesuatu. Terkadang persahabatan itu bisa saja seperti permen karet. Ketika masih baru, sangat digemari dan tidak mau dijauhi. Tapi setelah rasa manis permen karet itu telah hilang, mulailah dijauhi dan pelan-pelan dibuang. Sahabat karibku itu mungkin memiliki sifat yang agak seperti itu, menganggap persahabatn seperti permen karet. Tapi itu sedikitpun tidak bisa kusalahkan bagiku. Karena mencari teman sejati, seperti yang tengah dilakukan sahabatku itu, adalah hal yang menjadi hak semua orang.

Berikut ini adalah lagu yang belakangan ini aku nyanyikan untuk sahabatku itu.

THE CALL – Regina Spektor

It started out as a feeling which then grow into a hope
Which then turn into a quite thought
Which then turn into a quite word
And then the word grow louder and louder till there was a battle cry
I’ll come back when you call me
No need to say goodbye

Just because everything’s changing doesn’t mean it’s never been this way before
All you can do is try to know who your friends are as you head off to the war
Pick a star on the dark horizon and follow the light
You’ll come back when it’s over
No need to say goodbye

Now we’re back to the beginning
It’s just a feeling and no one knows yet
But just because they can’t feel it too doesn’t mean that you have to forget
Let your memories go stronger and stronger till they before your eyes
You’ll come back when they call you
No need to say goodbye

Tertahan Sesaat

Aku berdiri di bagian belakang kelas sendirian ke sana, dan melakukan sesuatu sendirian di sana. Namun di dekat situ ada si anggota penggemar binatang kuning ketiga. Aku lihat dia juga sendirian. Begitu banyak hal, selayaknya seorang teman dekat, yang ingin aku ceritakan padanya. Aku mulai mencari topic pembicaraan. Lalu setelah otakku berputar selama beberapa detik, aku menyapanya. Lalu aku ajak dia bicara, mulai ceritakan apa yang ingin aku bicarakan. Belum sampai bagian tengah cerita dia dipanggil oleh sahabat barunya. Karena aku tidak enak padanya, aku katakan saja, “kalau mau duluan, gak apa-apa koq..” Kemudian tanpa menjawab apapun dia pergi.

Beberapa jam setelah itu, aku menemukan momen yang pas lagi untuk bercerita. Aku ingin tahu, apa dia benar-benar setidak-berperasaan begitu sampai-sampai tidak ada kata “peduli” dalam kamusnya. Aku lanjutkan apa yang tadi tertahan. Dia mendengarkan baik-baik. Tapi setelah itu, bagai angin lalu yang tak pernah berhembus, ceritaku terlewakan begitu saja tanpa respon.

“Keterlaluan”

Dalam hatiku ada suara seperti itu. Untunglah malaikat dalam benakku masih hidup dan terbangun dari tidurnya tepat pada waktunya.

“Tidak, tidak, kau tidak boleh berpikiran seperti itu. Kau harus mgerti dia, memaklumi sifatnya. Kan kau sendiri yang katakan kalau tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa merubah karakter orang lain.”

Ya, ya, benar juga. Bagaimana mungkin aku bisa berpikiran seperti itu tentang dia. Hahaha. Aku tertawa dalam hati. Untuk saat ini, aku tidak pikirkan apapun lagi. Kalau dulu aku berpikir pasti ada yang mempengaruhi dia sampai berubah seperti ini. Tapi sekarang tidak lagi. Untuk apa menyalahkan seseorang yang ingin mencari teman sejati dalam hatinya.

Thursday 18 September 2008

Surat Untuk Pendosa Ke-15

Dear my friend,

Surat ini aku tuliskan untukmu untuk melanjutkan apa yang pernah aku ceritakan padamu. Aku tidak katakan ini padamu atau siapapun, walaupun tengah bertatap muka sekalipun. Tapi aku ingin katakan ini, hanya sebagai pelampiasan agar unek-unek ini keluar. Aku memang cuek dan tertutup, kuakui, sifat dasarku ya begitu. Namun akan ada kalanya dimana seseorang yang cuek dan tertutup merasa luar biasa kesal dan tidak tahan memendam segala yang ada, bahkan tak mampu untuk tidak menghiraukannya.

Aku yakin kau pasti masih ingat tentang anggota tokoh kartun berwarna kuning yang ketiga, yang sebelumnya cukup dekat denganku. Bahkan mungkin bisa dibilang, dia yang paling dekat denganku. Tapi itu dulu, saat kami masih suka makan sayuran hijau itu. Setelah aku dan dia menjadi anggota tokoh kartun kuning ini, dia tidak lagi sedekat dulu denganku. Aku masih ingat saat aku cerita padamu lalu kau katakana bahwa kisahku ini sama dengan kisahmu dengan salah satu tetangga para pendosa. Setelah belakangan ini, aku jadi teringat raut wajahmu waktu itu, waktu 2 tahun yang lalu. Kau kelihatan sangat sedih, tapi sesedih apapun itu aku tidak bisa mengerti apa yang kau rasakan. Tapi kini aku sudah mengerti, sangat mengerti, setelah aku juga telah mengalaminya. Perasaan dimana sahabat terdekatku, yang dulu paling mengerti aku, dan mengikrarkan pada semua orang bahwa akulah teman baiknya, tiba-tiba berubah menjadi dingin padaku. Padaku, hanya padaku. Biarpun dia selalu katakan kalau dia yang sekarang memang dingin apalagi pada orang terdekatnya, tapi kenyataanya dia paling ramah pada sahabatnya yang sekarang. Itu sudah cukup membuktikan bahwa dia memiliki sifat yang sama dengan saudaraku. Apa kau tahu tentang saudaraku?

Aku memiliki saudara, sesungguhnya bukan benar-benar saudara. Dia keponakannya istri pamanku. Awalnya aku kenal baik dengannya, lalu tiba-tiba dia bertemu dengan teman yang jauh lebih baik dariku dan meninggalkanku. Itu sudah terjadi hampir sepuluh tahun yang lalu sampai aku melupakannya. Lalu hari ini aku mengalaminya kembali. Sudah 2 orang yang aku temui memiliki sifat seperti ini. Apakah karakter seperti ini masih ada lagi di permukaan bumi ini? Aku berharap tidak. Mungkin bagi orang-orang biasa dan orang-orang berkarakter seperti ini, sifat ini tidak seburuk wajah The Beast dalam cerita kartun klasik. Tapi bagiku, ini 100 kali lebih buruk dari The Beast. Aku bertanya dalam hati, tahukah mereka, yang bersifat seperti ini, bahwa sesungguhnya sifat mereka menjengkelkan?

Saat kau katakan padaku, “Dia tidak akan pernah kembali”, mengenai si tetangga para pendosa itu, aku hanya bisa katakan, “Ya sudah, jangan dipikirkan lagi”. Sekarang, aku tidak berdaya untuk laksanakan apa yang aku katakan sendiri pada 2 tahun yang lalu. Orang yang tidak pernah mengalaminya, tidak akan mengerti, bahkan aku akan dianggap aneh bila ceritakan pada mereka. Tapi aku yakin kau mengerti, karena kau pernah mengalaminya. Hei, teman, bolehkah beritahu aku berapa lama waktu yang kau perlukan untuk tidak terpikirkan lagi tentang si tetangga pendosa itu? Aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan. Sesuai dengan motoku, aku akan membiarkannya mengalir saja. Tapi bagaimana supaya tidak terpikirkan lagi?

Your Friend,
(D.A.D)

Tuesday 9 September 2008

Tertawa Saja

Aku sungguh tak bisa mengerti mengapa pikiran orang lain terkadang sungguh sangat tidak bisa ditebak. Masih lebih baik kalau hanya tidak bisa ditebak saja, terkadang jalan pikiran orang lain sungguh bisa membuat orang bingung sampai mendekati gila. Kenapa itu harus terjadi?

Sebagai contoh, diriku. Aku tak mengerti kenapa mereka seolah mulai tertawakan aku. Aku punya teman baik yang sekarang jauh lebih dekat dengan orang lain dibanding denganku. Lalu apa salahnya? Itu haknya, dimana ia mungkin ingin mencari hal baru dalam kehidupannya. Sifat dan karakternya aku tahu persis, dan aku tak salahkan apapun tentang itu. Menurutku, itu sah-sah saja.

Tapi mereka terus-terusan bertanya padaku, sesungguhnya apa yang terjadi pada aku dan dia. Raut wajah seolah tak percaya dan merasa aku tengah menyembunyikan sesuatu terpancar dari wajah mereka saat aku katakan “tidak ada apa-apa kok..” Raut wajah itu membuat aku bertanya dalam hati, apa mereka sebegitu sintingnya sampai berpikir bahwa dua orang yang berteman baik harus selalu dekat sepanjang segala abad?

Awalnya, di saat yang bertanya padaku hanya satu orang dan itupun hanya sekali, aku biasa saja. Memang awalnya aku merasa aneh dengan keadaan itu, karena “sejoli”ku tidak begitu dekat lagi denganku. Tapi yang membuatku merasa tidak enak justru bukan rasa aneh itu, melainkan pertanyaan-pertanyaan gila dari orang-orang. Bahkan semakin lama semakin menjadi-jadi. Hari ini, seseorang bertanya padaku di saat aku berjalan-jalan mencari kesibukan karena merasa bosan. Dengan terang-terangan dia bertanya,”merasa dicuekin?”. Oh, tolong, aku sebelumnya tidak pernah berpikir begitu. Aku hanya berpikir kalau duniaku dan dunia mereka mungkin berbeda, maka dari itu aku tidak bisa terlibat dalam perbincangan mereka, dan tak pernah terpikirkan olehku kalau mereka “cuekin” aku. Ketika pertanyaan itu terlontarkan, aku ingin sekali menjawab seperti yang aku pikirkan dalam hati, seolah ingin memberitahu dunia kalau aku adalah pribadi yang berpikir positif. Tapi apa daya, aku terlalu tertutup, mungkin. Selalu tak sanggup katakan apa yang dipikirkan. Mulutku bereaksi lebih cepat dibanding otakku. Jurus senyumkulah yang keluar. Bayangkan saja, pertanyaan itu tak ku jawab. Hanya ku sikapi dengan senyum.

Ya, aku memang masih terus bertanya dalam hati, kenapa mereka sangat gemar tanyakan itu padaku. Aku tak tahu apa mereka sedang perhatikan aku, kasihan padaku karena sekarang sendirian sedangkan teman baikku arungi samuderanya sendiri (suatu keprihatinan yang tidak penting sesungguhnya, karena aku tak pernah berpikir begitu), atau mereka sedang tertawakan aku. Ya terserah. Apapun itu. Kalau kasihan ya sudah, terima kasih untuk kalian semua, tapi itu tak perlu karena aku tak pernah berpikir senegatif itu terhadap sahabatku. Kalau memang hanya ingin tertawakan aku saja, ya tertawa saja.

Monday 8 September 2008

Permainan Sang Waktu (lagi)

Waktu kembali permainkan diriku dengan seenak hatinya. Bayangkan saja, kemarin ia buat aku tak terkontrol karena aku baru menyadari betapa ia sangat penting dalam menentukan segalanya. Ia seolah memberitahuku bahwa waktuku untuk punya seorang teman baik yang benar-benar dekat denganku telah habis. Lalu temanku itu, meskipun masih teman baikku, tapi ia tak begitu dekat lagi padaku. "Cukup", itu yang aku katakan pada sang waktu. "ya, ya, sudah tahu. habis ya habis saja, toh dia selamanya teman baikku." Begitu kataku. Aku katakan seperti itu supaya dia berhenti. Apa-apan dia, seenaknya saja mengatur-ngatur hidupku. Lalu kemarin lagi-lagi sang waktu permainkan aku. Tidak hanya permainkan aku, juga buat seluruh dunia Tri Ratna dan Tarsisius I terguncang, buat keluarga Tjayaindera menangis. Ya, ya, sang waktu lagi, atur segalanya. 4 September 2008, temanku yang mungkin tak begitu dekat denganku dulu, hanya sebatas teman curhat, Beverly Tjayaindera, seharusnya dengan cerianya melewati hari ulang tahunnya yang ke-18, selayaknya aku yang mendapatkan hari ulang thaun yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya pada tahun ini. Namun, ia harus melewatinya di rumah sakit. Hasil rontgennya mengatakan dia terkena tumor otak. Ketika ku ketahui hal itu, aku sudah mulai marah pada sang waktu, "lagi-lagi dia berulah", kataku. Lalu tidak tanggung-tanggungnya dia mengerjai hidup manusia, sang waktu memberitahu dunia pada 7 September 2008, bahwa temanku, Beverly Tjayaindera, meninggal karena tumor otak yang dideritanya. Lalu aku? Aku hanya bisa lemas tak percaya mendengar hal itu, setelah beberapa jam yang lalu aku diberitahukan bahwa dia sudah mulai menggerakan tangannya. Kenapa lagi sih, sang waktu bermain dengan seenak hatinya? Hanya 18 tahun 3 hari saja hidupnya, kurun waktu yang cukup pendek untuk hidup sesungguhnya. Namun apa yang bisa diperbuat lagi. Sang waktu hendaki seperti itu. Baiklah, karena memang tidak akan pernah bisa apa-apa lagi. Aku, juga teman-temanku, semua orang yang menyayanginya hanya bisa mengelah pada waktu, dan merelakannya.

Bevy, Selamat Jalan....

Thursday 4 September 2008

Andai Kau Tahu

dalam puisiku aku menulis
dalam lirik laguku aku nyanyikan
dalam tutur kataku aku ucapkan
tapi tetap saja hati bergejolak

kelak bagaimana jadinya hariku?
tanpa rasa itu
rasa persahabatan yang mendalam
yang kini perlahan telah menjauh

dia terlihat tak menyukaiku
setelah dulu dia baik padaku
kenapa?
waktukah yang meminta?
atau hatinya telah berubah?

dulu aku pernah hidup dalam khayalan
teman khayalan
cinta khyalan
senyum khyalan
setelah itu aku temukan cintaku
juga temanku
semuanya sangat nyata

namun kini hilang lagi
setelah cintaku hilang tinggalkan luka
kini temanpun menjauh
seolah memaksaku agar tetap hidup dalam khyalan

aku miliki yang lain, bila kau ingin tahu
aku punya banyak teman baik
banyak candaan untuk aku tertawa
tapi tetap saja, kau salah satu yang utama
dan kehilangan satu teman utama itu menyakitkan

aku tahu kau terbiasa dengan bersikap begitu
tapi mestinya kau tahu
rasanya bila jadi aku
dari kegelapan datang ke tempat bercahaya
kemudian terpaksa kembali ke kegelapan lagi

Saturday 16 August 2008

PERSAHABATAN YANG MENDALAM

Ada seorang gadis bernama X yang pernah hidup di sebuah dimensi berusia 3 tahun. Dalam waktu yang lumayan lama tersebut, X bertemu banyak hal yang berbeda dari kehidupannya sebelumnya.

Tahun pertama dia di dimensi itu, dia bertemu Y di sebuah perkempulan yang diikutinya. Y dan dia tampak sangat cocok dan nyambung. Mereka sangat cepat akrab dan menjadi teman baik. Kemanapun selalu berdua. Ada X, ada Y. Begitu pula sebaliknya. Hal itu terus berlangsung sampai akhirnya X mengenal Z. Z, sesungguhnya tidaklah jahat. Namun karakter buruknya yang selalu berpikiran negatif kepada orang-orang dan selalu akan menceritakan apa yang dipikirkannya itu kepada teman dekatnya, membuat rusak hubungan X dan Y. X dan Z juga sangat cocok dan akrsehingga Z selalu menceritakan apa yang dipikirkannya kepada X. Salah satu topik yang selalu diceritakan kepada X adalah tentang keburukan Y. Semua keburukan Y yang diceritakan padanya itu memang sesungguhnya telah diketahui oleh X. Namun, dengan gaya bahasanya yang pandai, Z berhasil membuat pikiran X menjadi terpengaruh dan berpikiran jelek pada Y. Tanpa sadar, menjauhlah ia dari Y.

Hal ini berlangsung agak lama sampai akhirnya X menyadari bahwa dia telah salah menilai Y. Dia akhirnya menyadari sesungguhnya Y sangat baik kepadanya dan menganggapnya benar-benar teman. Akhirnya, kembalilah X berteman dengan Y.

Tahun kedua, X tidak lagi satu perkumpulan dengan Y. Namun, mereka selalu bertemu di waktu senggang dan saling berbagi cerita satu sama lain. Mereka tetap akrab. Tapi biarpun begitu, tetap saja X sendirian di perkumpulannya yang baru. Bertemulah X dengan W. W adalah seorang gadis yang cantik, lemah lembut dan baik hati. W berbeda dunia dengan X, dari kesukaannya hingga sifatnya, semua bertolak belakang. Berbeda dengan Y yang hampir 100% sama dengan X. Namun, itu tidak menjadi persoalan. X yang selalu senang mengenal teman baru dan W yang sangat pandai mengerti dunia orang lain, membuat persahabatan yang sangat erat tercipta di antara mereka. Bagi X, W bukanlah sekedar teman biasa. Dia adalah sahabat terbaiknya yang memberi warna baru dalam hidupnya. Sebelumnya X memang punya banyak teman, tapi W istimewa. Persahabatannya dengan W selalu ingin dikacaukan oleh orang lain. X difitnah di depan W dan dibuat jelek di matanya. Tapi W sangat mempercayai X. W buat X percayakalau kekuatan persahabatan itu benar-benar ada.

Tahun ketiga, pasangan X dan W bertemu lagi di perkumpulan berikutnya. Awalnya, mereka masih sangat cocok dengan X. Tapi semua itu berubah. Hal itu disebabkan oleh kehadiran Z. Di luar dugaan, ternyata W mempunyai dunia yang sama dengan Z. Mereka sangat cocok. Akhirnya, mereka berteman dekat. Sifat buruk Z yang tidak pernah berubah mulai beraksi. Dia menceritakan pikiran negatifnya kepada W, yang sekarang menjadi teman baiknya. Kali ini yang menjadi korbannya adalah X. W yang terkadang mudah terpengaruh, menjadi sangsi terhadap sahabatnya itu. Terlebih lagi, W mulai berubah belakangan ini disebabkan oleh masalah-masalah yang dihadapinya. Mulailah W tidak lagi begitu dekat dengan X. Bahkan, tergolong menjauh, cuek, dan dingin.

yang telah sangat mengenal Z, mulai menyadari hal itu. Tak usah berbingung lama-lama untuk mengetahui penyebab hal itu terjadi. X tahu betul Z-lah yang berulah. Penyesalan sempat terjadi, karena dulu X selalu ceritakan hal baik tentang Z kepada W, tanpa ceritakan keburukannya. Mungkin itu salah satu kesalahannya, hingga W bisa percaya 100% pada Z. Namun X tidak bertindak apapun. Dia tahu setiap orang punya kebebasan bertemannya masing-masing. X pun hanya bersikapbiasa terhadap W yang sangat dingin kepadanya. alam hati X, ia bertekad. Saat gembira W akan berbagi keceriaannya kepada orang lain, dan bukan lagi padanya. Namun ia bersumpah bahwa di saat kesulitan dan tak ada yang mau mendengarkan keluh kesah W, sahabat yang bagaikan saudaranya itu, dialah yang akan ada untuknya, meski harus dari belakang.

Semua itu, dilakukan X demi sebuah arti persahabatan yang mendalam.

Friday 15 August 2008

Kenyataan Mengenai Pengambilan Gambar Pembukaan Olimpiade Beijing 2008

Pengambilan gambar Opening Ceremony Olimpiade Beijing 2008 yang dikatakan telah disisipkan animasi komputer ke dalam siaran yang disiarkan ke seluruh dunia sampai sekarang belum bisa dijamin kebenarannya. Pasalnya, semua stasiun televisi di seluruh dunia yang hendak mneyiarkan acara bergengsi tersebut di negaranya wajib membeli dan mendapatkan ijin siaran dari pihak Olimpiade, yang tak lain tak bukan adalah Yunani. Sebelumnya, dikatakan bahwa pihak China menyisipkan animasi komputer ke dalam siaran di seluruh dunia agar tampak bahwa Opening Ceremony yang diselenggarakan olehnya tampak begitu megah dan memukau. Namun, ternyata semua persepsi orang-orang salah. China tidak tahu-menahu soal pengambilan gambar. Mereka hanya bertanggung jawab dalam pelaksanaan Olimpiade Beijing 2008 tersebut. Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, apabila memang yang telah kita tonton di televisi mengenai Opening Ceremony tersebut adalah animasi komputer, apa tujuan pihak Yunani melakukan itu? Untuk mengharumkan nama China? Atau untuk memberi tekanan kepada Inggris yang merupakan penyelenggara Olimpiade berikutnya dalam penyelenggaraan Opening Ceremony yang bisa menandingi China?

Saya rasa semua itu tidak masuk akal. Tidak ada keuntungan sedikitpun bagi pihak Yunani untuk perbuatannya tersebut. Jadi, apakah masih ada alasan untuk mengatakan kembang api yang kita lihat dalam Opening Ceremony tersebut adalah animasi komputer?

Malahan sekarang, pihak Yunani sedang digugat oleh pihak China mengenai pengambilan gambar tersebut. Kembang api yang begitu memukau dan dinyalakan dari seluruh pelosok kota Beijing itu hanya disorot dari luar stadion "Niao Chao". Padahal sesungguhnya, atraksi itu akan lebih memukau bila disorot mulai dari dalam ke luar. Nah, sekarang, apakah masih ada yang bisa bersikeras mengatakan bahwa itu adalah animasi komputer sementara pihak China begitu percaya diri dalam menggugat pihak Yunani tersebut?

"Pembukaan Olimpiade yang Megah Ternyata Palsu" ; Kompas, 14 Agustus 2008

Bagaimana mungkin ada orang yang sebegitu bodohnya dalam dunia jurnalisme? Memalukan sekali. Kepercayaan diri dan kehausan akan berita memang penting dalam dunia jurnalisme, namun setidaknya rasa itu harus diimbangi dengan logika dan akal sehat yang sempurna. Jangan malah membuat media tempat ia bekerja menjadi bahan tertawaan orang.

Saya akan menanggapi sebuah artikel yang ditulis oleh seorang wartawan kompas, rabu tanggal 14 Agustus 2008. Artikel tersebut terletak di pinggiran sebuah halaman dengan foto seorang gadis kecil berusia 7 tahun bernama Yang Pei Yi di atasnya. Artikel berjudul "Pembukaan Olimpiade yang Megah Ternyata Palsu" itu berisi tentang berita mengenai seorang gadis bernama Lin Miao Ke yang membawakan lagu "Ge Chang Zhu Guo" pada opening ceremony beijing 2008. gadis itu dikabarkan lipsync pada acara tersebut. OK, itu bisa diterima lewat logika, kalau hanya sebuah lip sync yang sulit diketahui orang. Berita yang sangat membuat orang mengejek artikel tersebut adalah dimana dikatakannya kembang api yang tampak dari seluruh pelosok kota Beijing yang memukau tersebut hanyalah animasi komputer. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, dimanakah otak sang penulis ketika menulis artikel tersebut?

Dikatakan kalau itu adalah sebuah animasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk membohongi penduduk didunia yang menonton hanya dari layar kaca, tentu itu mungkin. Tapi bagaimana dengan 91.000 penonton yang berada di sana? Apakah semuanya bisa dibohongi padahal mereka berada di sana dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri? Kalau memang demikian, berarti sang penulis menilai bahwa semua orang yang berada di sana, termasuk Hu Jing Tao (Presiden China), George W. Bush (Presiden Amerika Serikat), dan Presiden-Presiden lainnya dari seluruh dunia yang hadir adalah BODOH.

Atau mungkin saja si penulis yang berwawasan sempit berpikiran bahawa semua orang hanya akan duduk di rumah dan menontonnya dari layar kaca saja, tak akan ada yang ke sana untuk melihat langsung opening ceremony yang diselenggarakan di stadion "Niao Chao" tersebut.

Untuk Redaksi Kompas, diharapkan lebih mempertimbangkan kualitas akal sehat dan Sumber Daya Manusia staff anda.

Mati Rasa

saat angin mulai menjadi badai
saat hujan hadirkan petir
saat gempa tersusul tsunami
sedikitpun aku tak menyadarinya

terlalu dingin
terlalu sembab
terlalu kaku
hingga mati rasa

hampa...
semuanya hampa
tak ada yang terjadi
seolah udara tak pernah ada
seakan-akan dunia ini kosong
tak pernah dihuni
hanya aku seorang diri

aku hilang ingatan
sesungguhnya apa yang terjadi?
Mengapa aku seorang diri?

Di seberang sana terdapat kerumunan manusia
dengan begitu, pasti banyak yang terjadi
tapi kenapa aku tak bisa merasakannya?

seperti membisu, buta, tuli
semuanya bercampur aduk
aku cacat
terlalu cacat

MATI RASA..

Thursday 7 August 2008

hidup

Semula aku mengira aku miliki segalanya. Sepertinya dunia sangat membutuhkanku. Aku tak berkhayal, juga tidak berbohong. Aku seperti yang paling menonjol sejagat raya.

Namun, entah mengapa semuanya berubah. Cahaya matahari tak lagi muncul, apalagi dipantulkan oleh bulan. Segenap bentuk kebahagiaan sirna begitu saja, kandas bersama peninggalan. Kini, hanya tinggal kegelapan yang tersisa.

Kau katakan padaku bahwa bintang akan selamanya berada di atasku. Kau juga katakan bahwa hati seputih saljuku ini akan selalu bawakan suka untuk semua orang. Lalu dia juga tuturkan beberapa kata padaku, kalau teman-temanku selamanya adalah pelita dalam hidupku. Kalian semua salah. untuk saat ini, ke arah manapun aku memutar kepalaku, tetap saja kosong. Aku seorang diri.

Siapa yang katakan bahwa persahabatan adalah mata air dalam hidup? Siapa pula yang katakan bahwa cinta mengalahkan segalanya? Lalu siapa lagi yang berkata bahwa kasih sayang adalah tambang emas terbesar di dunia?

Manusia di dunia ini semuanya hanya pandai berkhayal. Kegembiraan dan kebahagiaan yang didapatkan dibesar-besarkan sedemikian rupa, hingga terlalu besar dan menjadi raksasa. Ketika derita dan duka menerpa, dikeluarkan pula segenap kata-kata mutiara yang bertujuan menenangkan hati orang. Tapi tahukah kalian semua, wahai manusia, bahwa kata-kata itu hanya akan membuat orang terbuai dalam mimpi. Mungkin saja, dengan buaian itu, takkan pernah ada lagi yang benar-benar bangkit dan menjadi kuat.

Wednesday 6 August 2008

dunia mimpi

angin utara terus berhembus menuju selatan
pelangi tetap menampakkan dirinya seusai hujan
matahari selalu datang silih berganti dengan bulan
segalanya seperti biasanya, terlalu biasa

lalu apa yang terjadi padaku?
terduduk di atas batu yang tengah dibakar
kaki dirantai erat, tergembok dengan pasti
seorang diri, di balik keramaian yang hampa

aku berteriak
aku menangis
aku marah
tapi apakah ada yang mendengarnya?

tidak sama sekali
mereka terlalu berisik
ribut sendiri, tuli sendiri

mengapa begitu?
aku ingin dipandang
aku ingin dipuja
aku ingin diingat
aku ingin mereka tahu siapa aku
aku bukannya tak berarti apa-apa
sesungguhnya aku ini miliki segalanya

apa mereka tahu itu?
apa mereka ingin tahu?

tidak, tidak akan pernah
mereka bahkan tak ingin dengar
karena mereka bukan tuli
tapi pura-pura tuli
agar mereka tak usah dengarkan
keinginan seseorang untuk terakui
seseorang yang hidup di dunia mimpi

Monday 16 June 2008

Segalanya terasa hampa
Karena waktu telah berubah
Begitu juga aku..

Aku berjalan mencari dalam gelap
DI jalan berbatu tanpa ujung ini
Ku ingin bertemu dirinya, menatap matanya
Mata yang penuh kebencian pada diriku
Berharap mata itu bertemu dengan mataku yang penuh kerinduan..

Aku akan gila dan mati
Karena campuran rasa benci dan cintaku ini
Hatiku tercabik karena cambukkan kebencian dan kehangatan cinta
Tapi benci dan cintaku hanya dibatasi sebuah selaput tipis
Selaput kerinduan..

Ku sadari segalanya karena aku
Karena ku bisikkan semua pada angin
Dan angin bertiup ke segala arah
Beritahukan pada semua, apa yang aku bisikkan..

Kini aku memilih diam, diam seribu bahasa
Bertahan dalam kesepian, tak ada lagi cinta
Karena aku tak ingin lagi mengisi hati dengan cinta yang lain
Biarkan aku arungi hidup dengan kebencian dan cinta ini
Bertahan hidup, dalam harapan bila saja suatu hari
Mata itu bersedia menatapku lagi..

Jakarta, Februari 2008

BAHAGIAMU, HIDUPKU

Dewi malam kembali menghampiri, namun hadirnya kali ini samar-samar..
Langitpun menipu mataku, tak terbedakan antara mendung dan malam yang sebenarnya..
Dan hatiku menutup, tak ingin tahu apa yang dirasa..

Mungkin aku bukan lagi bidadarimu, bukan lagi pelitamu, bukan lagi cintamu..
Tapi semua itu tak kusesali..
Jalanan di depanku berkabut, tapi aku tahu semua bukanlah kau yang menghadirkan, melainkan waktu yang telah memberi semua rasa ini..

Sejujurnya, diri ini ingin berteriak, ingin tangisi air mata yang telah mengering dari telaga hati..
Tapi biarlah, biarlah segalanya mengalir, tanpa harus kuserahkan pada dewi malam..
Biarlah sepi mengisi mimpi, tanpa berharap putri pagi akan taburkan senyum..
Bagiku, yang penting adalah bahagiamu, yang ternyata adalah hidupku..

Jakrta, Februari 2008

Sunday 15 June 2008

Enggan

Ku berjalan di tengah hutan
ku tengok ke kiri
pohon cemara itu terlalu tinggi
seolah mendongak ke atas, ENGGAN melihatku..

Ku tengok ke kanan
pohon besar rindang itu terlalu menunduk
seolah menatap ke bawah, ENGGAN melihatku..

Dan akupun melihat lurus ke depan
angin itu bertiup terlalu kencang
seolah pergi menginggalkanKu, ENGGAN melihatku..

Bila aku berpaling ke belakang
fajar itu tak kunjung bersinar
seolah tak ingin datang, ENGGAN melihatku..

Semuanya seolah memberitahu
bahwa "Duniapun tak peduli" padaku
ENGGAN pedulikan hatiku yang terluka
ENGGAN pedulikan wajahku yang bersimbah air mata
ENGGAN peduli, bahwa dia segalanya bagiku..

Tapi mereka semua bersuara, berbicara:
"Kau terlalu kecil untuknya"
"Kau buat dia lelah"
"Kau kalah"
"Kau pendam kecewamu"
Mendengar semua itu, akupun berlari
ingin tinggalkan segala yang ENGGAN melihat dan pedulikan aku..
Tapi aku hanya terpuruk
hanya bisa teriak
dalam mereka yang ENGGAN padaku
ENGGAN tahu akan rasa sakit dalam hatiku

Jakarta, februari 2008

Saturday 7 June 2008

Murah,tapi..............banyak!!

Apa benar 3 tuh benar2"murah, tanpa tapi"?

Salah besar!!!

Murah, tapi sering error, tapi sinyalnya banyak, dan masih banyak tapi-tapi lain yang membuat penggunanya naik darah!!

Error: tidak dapat menerima sms, sms yang dikirim sangat lama sampai pada nomor yang dituju, report tidak keluar.

Sinyal: di saat semua operator penuh sinyalnya, malahan 3 tidak ada sinyal satu batangpun.

Apabila hal ini dilaporkan ke customer service 3, mereka hanya akan berkata, "maaf sekali, hal itu mungkin disebabkan karena jaringan kami yang sedang begitu padat".
hebat sekali dia, mengikrarkan kesombongannya bahwa 3 banyak yang menggunakan sampai-sampai padat, tapi tidak memberikan solusi dan tidak berusaha memberi pelayanan terbaik kepada pelanggannya. saya bertanya-tanya, apakah sesungguhnya 3 mengeluarkan GSM yang dipikrnya hanya untuk masyarakat kurang kerjaan menghabiskan uang untuk membeli pulsa dan kesulitan menggunakannya??

Tuesday 13 May 2008

Pemanasan Global dan Dampaknya Bagi Anak Bangsa

Istilah “Pemanasan Global” atau “Global Warming” pastinya sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita mengingat kondisi bumi kita yang semakin lama semakin memburuk dan “memanas”. Dampak dari pemanasan global ini kian hari kian terasa begitu dekat dengan kita, bahkan mengancam kesehatan kita. Bila kita bandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, saat global warming belum begitu maraknya dibicarakan orang, dunia terasa jauh lebih segar dan udara masih terasa sangat jernih. Masih bisa kita rasakan hawa dingin yang menyambut kita di pagi hari saa hendak memulai aktivitas kita. Langit selalu berwarna biru cerah sepanjang perjalanan ke sekolah, tempat kerja, atau tempat-tempat lainnya yang dituju setiap orang dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Namun apa yang kita rasakan sekarang? Baru bangun pagi saja nafas sudah sesak karena udara yang dihirup tidak bersih. Pada pukul 6.30 pagi saja, kerap kali orang-orang sudah harus mengeluarkan saputangannya untuk menutupi hidungnya dari polusi udara yang luar biasa mematikan.

Saat menulis artikel ini, tiba-tiba saya teringat cerita dari seorang tua yang merupakan nenek dari guru saya saat saya duduk di Sekolah Menengah Pertama. Nenek itu menceritakan bahwa pada saat dia kecil dulu, hidup di Jakarta serasa hidup di perkampungan yang memiliki berbagai macam penghijauan, dimana udaranya sangat segar. Saat musim kemarau, matahri tak terasa begitu membakar dan musim hujan selalu datang tepat waktu. Tak perlu untuk jauh-jauh lari ke Puncak untuk mencari dan menghirup udara segar. Tapi sekarang, bahkan Puncak pun sudah tidak bisa dijadikan tempat pelarian lagi untuk mencari udara segar itu. Semua telah berubah seiring berjalannya waktu dan bertambah parahnya pemanasan global tersebut.
Pemanasan global yang semakin hari semakin menjadi-jadi telah menyebabkan berbagai macam perubahan pada bumi ini seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, perubahan jumlah dan pola presipitasi, es di kutub utara dan kutub selatan yang telah mulai mencair, pergantian musim yang tidak menentu, panas luar biasa pada siang hari seolah matahari hanya berada beberapa meter saja dari atas kepala, dan contoh-contoh perubahan tidak sehat lainnya yang terjadi di bumi kita ini. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.

Adanya penebangan liar yang mengurangi bahkan hampir menghabisi populasi pepohonan di dunia, penggunaan berbagai perangkat telekomunikasi yang merupakan gelombang elektromagnetik, penggunaan barang-barang elektronik berlebihan, penggunaan kendaraan bermotor berasap tebal yang dapat merusak lapisan ozon, dan kebiasaan membuang sampah sembarangan menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global di bumi kita ini.
Suatu organisasi di Amerika Serikat memprediksikan berapa lama lagi usia bumi kita apabila kita terus-menerus hidup selayaknya sekarang dan tidak peduli pada apa yang disebut pemanasan global itu. Organisasi itu menyebutkan bahwa dunia kita hanya akan bertahan sampai tahun 2012 melihat kondisi es di kutub utara dan selatan yang telah mulai mencair dan suhunya yang sudah mulai meningkat serta kondisi la[isan ozon yang kian hari semakin terkikis. Diberitakan juga bahwa daratan di bumi telah mengalami penurunan kurang lebih 10 meter yang menyebabkan meningkatnya peluang terjadi musibah banjir hanya karena hujan deras yang berlangsung selama beberapa jam. Bila diteruskan, mungkin usia bumi akan lebih cepat berakhir daripada tahun yang disebutkan di atas.

Lalu apakah pemanasan global yang kelihatannya sebegitu mengerikannya juga mempunyai dampak yang akan dirasakan oleh anak-anak bangsa? Jawabannya, tentu saja ya. Anak-anak pada masa sekarang akan melalui masa yang berbeda dengan masa yang dilalui saat orangtua mereka kecil dulu. Kalau orangtua mereka masih bisa merasakan udara yang bersih dan segar di setiap pagi dan melewati hari dengan pergantian musim yang tetap dan teratur, anak-anak ini akan menghirup udara kotor yang telah tercemar. Setiap hari, yang mereka temukan sepanjang harinya hanyalah matahari yang begitu terik dan membakar. Hal ini akan berpengaruh besar pada kesehatan dan pertumbuhan anak-anak tersebut. Pertumbuhan organ-organ tubuh dan kerja sistem organ mengalami hambatan-hambatan yang menyebabkan tingkat kesehatan si anak cenderung rendah. Ini sudah terbukti dengan melihat kenyataan bahwa tingkat kesehatan anak bangsa kian hari kian menurun. Setiap hari, banyak sekali kita dengar munculnya penyakit-penyakit aneh yang belum pernah ditemukan sebelumnya dan sebagian besar penderitanya adalah anak-anak. Anak-anak pada masa sekarang juga jauh lebih mudah dan cepat terserang penyakit. Semua hal ini sesungguhnya tak lain tak bukan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kian hari kian memburuk akibat pemanasan global.
Para ilmuwan memprediksikan berbagai akibat yang akan membahayakan kesehatan manusia yang disebabkan oleh pemanasan global. Di daerah tropis seperti di Indonesia, penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk dan hewan pembawa penyakit akan semakin meluas Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya seperti malaria, demam dengue, demam kuning, dan encephalitis, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Diprediksikan juga, akan meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.

Untuk menangani masalah pemanasan global yang sudah menjadi beban dunia, beberapa negara di dunia telah melakukan langkah-langkah pertama yaitu membuat perjanjian dan kerjasama internasional dalam menangani pemanasan global. Kerjasama Internasional ini meliputi Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, tahun 1992 dimana terdapat 150 negara yang berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat serta Protokol Kyoto, di Jepang, tahun 1997 dimana terdapat 160 negara yang merumuskan persetujuan yang lebih kuat.

Beberapa organisasi kecil juga perlahan-lahan mulai bermunculan dan mengikrarkan organisasinya sebagai suatu badan yang bertujuan untuk menanggulangi masalah pemanasan global yang sangat serius ini. Masyarakat juga hendaknya telah mulai bergerak dalam upaya peduli lingkungan guna menanggulangi masalah pemanasan global. Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan tissue yang akan mengorbankan beribu-ribu pohon ditebang untuk produksi tissue, mengurangi penggunaan saran telekomunikasi secara berlebihan, mengurangi penggunaan barang elektronik berlebihan, menghemat listrik, sebisa mungkin hindari penggunaan kendaraan bermotor yang menghasilkan asap yang tebal, dan janganlah membuah sampah sembarangan. Semua upaya ini akan sangat berguna bagi kita semua dalam mengurangi dampak pemanasan global yang sangat mengerikan tersebut. Tidak hanya untuk kita, tapi juga untuk kesehatan dan kesejahteraan anak-anak bangsa yang menjadi penerus kita di kemudian hari nanti.