Saturday 27 September 2008

Aku Yang Sekarang

Again, aku kembali ke situasi yang aku tidak suka. Ya, memang ini adalah situasi yang terlah terjadi selama beberapa bulan belakangan ini. Tapi dua hari kemarin aku seolah diyakinkan kalau aku kemungkinan akan terbebas dari situasi ini dan kembali ke masa yang dulu, masa yang ku sukai, dimana aku miliki segalanya baik itu cinta, persahabatan sejati, dan kehangatan keluarga. Tapi ternyata aku salah. Salah besar.

Dua hari kemarin seolah menunjukkan padaku kalau persahabatanku dengan sahabatku yang kini seperti dibatasi oleh jurang besar seolah akan mulai membaik lagi. Aku kira keberadaanku bisa diakui lagi olehnya, setelah belakangan ini dia seolah tak pernah mengenalku. Semua pikiranku tentang dia belakangan ini, misalnya pikiran bahwa dia adalah orang mati rasa yang akan melupakan sahabat lamanya ketika menemukan sahabat baru yang menurutnya jauh lebih baik, atau pikiran bahwa dia adalah seorang pikun yang melupakan teman sejolinya yang dulu selalu menjadi tempatnya menceritakan segala isi perasaan, atau juga pikiran bahwa dia orang jahat yang akan membuang begitu saja teman yang menurut dia tidak berguna lagi ketika dia temukan teman yang baru, yang lebih berguna untuknya, tiba-tiba hilang begitu saja, dan yakin kalau dia memang sahabatku yang aku kenal. Tapi itu hanya berlangsung selama dua hari. Pada hari ini, dia kembali menjadi dirinya yang semula. Bukan lagi sahabatku yang akan selalu ingat padaku di kala ketidak-enakan melanda hatinya. Bukan lagi sahabatku yang akan selalu serius mendengarkan masalah-masalahku dan menjadi pendengar yang baik. Bukan lagi sahabatku yang mau tahu tentangku, apakah aku tengah baik, atua buruk. Juga bukan lagi sahabatku yang akan mengingat bagianku ketika dia mengambil sesuatu. Dia yang sekarang tetap saja dia yang sekarang, dia yang telah berubah.

Terlalu banyak yang berubah. Dia, sahabatku itu, adalah contohnya. Dia dingin, dia bertampang pendendam, dia tidak peduli, bertolak belakang dari sifatnya yang dulu. Dia berubah, tapi hanya padaku. Bagi yang lain dia masih saja dia yang dulu. Takkan ada yang akan katakan kalau dia berubah, karena perubahan itu hanya aku yang mengalami.

Semua hanya terjadi padaku. Dia berubah, begitu juga sang kakak. Sang kakak yang selama 11 tahun tidak pernah benar-benar aku kenali, lalu tiba-tiba berada di sisiku dan mendadak akrab denganku. Semua wejangan akan ia lontarkan, kalau aku ceritakan perbuatanku yang ternyata salah. Dia mau tahu tentangku, karena dia sangat perhatian pada adiknya. Namun kini tidak lagi. Sang kakak tidak ada bedanya dengan sahabatku itu. Mereka bersifat sama, dan berubah sifat pada momen yang sama. Meskipun alas an sahabatku yang tiba-tiba berubah sikap padaku tak dapat ku jelaskan, tapi untunglah aku mengetahui alasan kakakku begitu. Itu membuatku lebih lega, jauh, karena aku jadi tidak harus bertanya-tanya terus, “kenapa sih dia begitu?”


Aku tidak akan pernah berharap apapun lagi. Setelah semua ini, hatiku juga ikut berubah. Aku bukan lagi orang yang menjunjung tinggi persahabatan dan keharmonisan lagi seperti dulu. Terlalu banyak yang terjadi, yang membuat hatiku kini menjadi sekeras baja. Semua yang membuatku sedih ini tidak bisa membuatku menangis. Aku tidak akan pernah percaya siapapun lagi sekarang. Persahabatan bagiku kini hanya ku pandang sebagai warna dalam hidup dan aku jamin seratus persen, bila lagi-lagi aku harus kehilangan persabatan lagi aku tidak akan bagaimana. Sekali saja sudah cukup untuk merubah sebagian besar dari diriku. Agar aku tidak mengalami lagi hal yang sama, aku lebih memilih untuk tidak percaya lagi. Apapun itu, yang aku percaya kini hanyalah diriku sendiri.

Kalau nanti suatu saat ada yang bertanya padaku mengapa aku begini, dan yang melontarkan pertanyaan itu adalah orang yang berhubungan dengan segala hal yng membuat aku jadi begini, aku hanya akan menjawab “Apa yang terjadi di masa lalu tidak akan pernah bisa diperbaiki, dan dampak dari apa yang terjadi di masa lalu juga akan sangat sulit untuk dirubah.”

No comments: