Tuesday 9 September 2008

Tertawa Saja

Aku sungguh tak bisa mengerti mengapa pikiran orang lain terkadang sungguh sangat tidak bisa ditebak. Masih lebih baik kalau hanya tidak bisa ditebak saja, terkadang jalan pikiran orang lain sungguh bisa membuat orang bingung sampai mendekati gila. Kenapa itu harus terjadi?

Sebagai contoh, diriku. Aku tak mengerti kenapa mereka seolah mulai tertawakan aku. Aku punya teman baik yang sekarang jauh lebih dekat dengan orang lain dibanding denganku. Lalu apa salahnya? Itu haknya, dimana ia mungkin ingin mencari hal baru dalam kehidupannya. Sifat dan karakternya aku tahu persis, dan aku tak salahkan apapun tentang itu. Menurutku, itu sah-sah saja.

Tapi mereka terus-terusan bertanya padaku, sesungguhnya apa yang terjadi pada aku dan dia. Raut wajah seolah tak percaya dan merasa aku tengah menyembunyikan sesuatu terpancar dari wajah mereka saat aku katakan “tidak ada apa-apa kok..” Raut wajah itu membuat aku bertanya dalam hati, apa mereka sebegitu sintingnya sampai berpikir bahwa dua orang yang berteman baik harus selalu dekat sepanjang segala abad?

Awalnya, di saat yang bertanya padaku hanya satu orang dan itupun hanya sekali, aku biasa saja. Memang awalnya aku merasa aneh dengan keadaan itu, karena “sejoli”ku tidak begitu dekat lagi denganku. Tapi yang membuatku merasa tidak enak justru bukan rasa aneh itu, melainkan pertanyaan-pertanyaan gila dari orang-orang. Bahkan semakin lama semakin menjadi-jadi. Hari ini, seseorang bertanya padaku di saat aku berjalan-jalan mencari kesibukan karena merasa bosan. Dengan terang-terangan dia bertanya,”merasa dicuekin?”. Oh, tolong, aku sebelumnya tidak pernah berpikir begitu. Aku hanya berpikir kalau duniaku dan dunia mereka mungkin berbeda, maka dari itu aku tidak bisa terlibat dalam perbincangan mereka, dan tak pernah terpikirkan olehku kalau mereka “cuekin” aku. Ketika pertanyaan itu terlontarkan, aku ingin sekali menjawab seperti yang aku pikirkan dalam hati, seolah ingin memberitahu dunia kalau aku adalah pribadi yang berpikir positif. Tapi apa daya, aku terlalu tertutup, mungkin. Selalu tak sanggup katakan apa yang dipikirkan. Mulutku bereaksi lebih cepat dibanding otakku. Jurus senyumkulah yang keluar. Bayangkan saja, pertanyaan itu tak ku jawab. Hanya ku sikapi dengan senyum.

Ya, aku memang masih terus bertanya dalam hati, kenapa mereka sangat gemar tanyakan itu padaku. Aku tak tahu apa mereka sedang perhatikan aku, kasihan padaku karena sekarang sendirian sedangkan teman baikku arungi samuderanya sendiri (suatu keprihatinan yang tidak penting sesungguhnya, karena aku tak pernah berpikir begitu), atau mereka sedang tertawakan aku. Ya terserah. Apapun itu. Kalau kasihan ya sudah, terima kasih untuk kalian semua, tapi itu tak perlu karena aku tak pernah berpikir senegatif itu terhadap sahabatku. Kalau memang hanya ingin tertawakan aku saja, ya tertawa saja.

No comments: