Tuesday 23 September 2008

Tak Setia Kawan Tapi Baik Hati

Aku sungguh tak mengerti apa yang harus ku lakukan pada sahabatku itu. Aku akui dia cukup untuk membuatku kesal dengan semua jalan pikirannya yang tidak bisa aku tebak. Dia juga membuatku cukup malu dengan mempunyai teman yang kelihatan sangat tidak setia kawan seperti itu. Dia juga membuat aku "capek hati" dengan semua sikapnya itu. Tapi hari ini dia juga buat aku tak enak hati padanya.

Aku harus kumpulkan laporan biologiku hari ini sebelum jam 7 atau aku akan kena "cha kwetiau" lagi oleh si penggemar binatang kuning ke-11 itu. Dengan pasti aku membuat kerangkan laporanku dengan harapan aku bisa cepat selesai dan cepat tidur jadi hari ini aku bisa bangun pagi dan datang pagi untuk print. Tak disangka, kakakku yang kelewat mati ekspresi itu meninggalkan colokan laptopnya di kantor sehingga aku tidak bisa mengerjakan laporan yang seharusnya aku ketik itu. Mulailah aku tenggelam dalam kepanikanku dan aku mulai menghubungi semua teman yang menurutku bisa menenangkan diriku. Pikiran gila datang dari mana membuatku menghubunginya padahal bisa saja dengan sifatnya yang sekarang, yang seolah-olah membenciku.

Lalu dia hanya menenangkanku, seperti yang aku harapkan. Dari semua yang aku hubungi hanya dia yang benar-benar menenangkanku. Ya, tidak heran kalau aku menganggapnya sebagai teman baikku yang paling baik dalam hidupku. Sayangnya, dia tidak merasa begitu.

Ya begitulah. Sampai aku harus ke warnet jam 10 malam ditemani ibuku, demi sebuah laporan sialan. Lalu aku juga bangun pagi-pagi pada hari ini untuk print.

Tidak disangka dalam perjalanan menuju ke ruang multimedia sekolah, aku bertemu dengannya. Seperti yang biasa dia lakukan semenjak kami naik kelas, dia hanya membuang muka bila bertemu denganku, tapi kali ini tangannya bergerak, mengambil sesuatu dari map yang dia pegang.

"Nih, laporan loe"

Hanya itu yang dia ucapkan sembari menyerahkan beberapa lembar yang aku yakini sebagai laporan biologi.

"Astaga, ini adalah dia yang dulu"

Kataku dalam hatiku. Aku benar-benar tidak menyangka. Aku kira sikap dan pandangannya terhadapku sudah benar-benar berubah 100%, meskipun aku tidak pernah tahu kenapa dia berubah seperti itu padaku. Tapi hari ini dia menunjukkan padaku kalau masih ada seperseribu bagian dari dirinya yang dulu masih hidup dalam lubuk hatinya. Dari dulu dia memang seperti itu, kelewat baik pada semua orang. Kalau aku masih berpikir kalau dia adalah sahabatku yang dulu, aku pasti tidak akan katakan apa-apa padanya karena aku tahu apa yang akan dia lakukan. Tapi karena aku berpikir kalau dia tidak akan pedulikan aku, palingan hanya akan menenangkanku hanya karena dia kasihan, aku hubungi dia.

spontan aku bertanya, "loe bikinin buat g?"

"Ga, buat mami loe. Kalau bukan loe siapa lagi sih?"

Balasnya, dengan agak sedikit membentak -- hal yang selalu dia lakukan padaku sekarang.

Bingung bercampur agak kesal tercampur dalam hatiku. Dia tahu aku malam-malam pergi ke warnet hanya untuk mengerjakannya, aku sudah mengerjakannya. Tapi tetap saja dia bersikeras membuatkan padaku. Aku tahu maksudnya baik, tapi aku menyayangkan usahaku yang sudah bersusah payah itu. Tapi aku akan kumpulkan yang telah dia kerjakan untukku. Aku tidak akan menyayangkan usaha sahabatku hanya karena aku memikirkan usahaku sendiri. Tapi, masih larut dalam ketidakpuasan, spontan ketika dia membentak padaku seperti itu aku mencak-mencak.

"Jutek banget sih"

Memang tidak terlalu keras, tapi aku yakin dia tidak tuli seperti aku. Aku yakin 1000% dia mendengarnya. Setelah itu, aku terus-terusan tak enak hati padanya. Mau berkata maaf padanya, yang ada dia hanya akan bersikap dingin dan membuatku semakin bingung untuk mengetahui cara meminta maaf.

Dia memang tidak setia kawan mungkin. Cerita hidupnya yang lalu juga menunjukkan seperti itu, bukan hanya kali ini saja. Tapi dia punya hati. Dia baik. Terlalu baik. Sampai-sampai aku tidak tahu harus bagaimana. Aku ingin tidak terlalu dekat lagi dengannya, karena dia hanya akan bersikap sensi dan dingin padaku, dan membuatku seolah-olah tidak pantas untuk dianggap. Tapi aku tidak bisa memusuhi orang sebaik dia. Pada dasarnya aku tidak pernah bisa menjauhi orang yang oernah jadi teman baikku. Aku bingung. Sungguh bingung. Dekat dengannya hanya akan menyusahkannya karena sifatku yang ceroboh. Tapi menjauhinya aku juga bingung. Karena sifatku yang terlalu menjunjung tinggi persahabatan dan hanya mengenal kata mendekat, tanpa mengenal kata menjauh dalam kamus bahasaku.

No comments: